PEKANBARU (HR)-Rencana pelepasan kawasan hutan di Riau, dinilai hanya menguntungkan para cukong yang memiliki modal besar. Sementara untuk kepentingan masyarakat, dinilai sangat sedikit. Padahal, luas kawasan hutan yang bakal diputihkan itu mencapai 1,6 juta hektare.
Menurut Ketua Panitia Khusus (Pansus) Monitoring dan Evaluasi Perizinan Lahan DPRD Riau, Suhardiman Amby, umumnya kawasan hutan yang bakal dilepaskan tersebut akan digunakan untuk pembangunan perkebunan. Namun pihaknya memperkirakan, pelepasan kawasan hutan yang sudah diajukan dalam Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Riau hanya menguntungkan pemodal yang memiliki dana besar.
"Untuk kepentingan masyarakat yang sebenarnya sangat sedikit sekali," ungkapnya, Kamis (7/5).Terkait hal itu, Suhardiman mengatakan pihaknya akan memeriksa ulang rencana pelepasan kawasan hutan tersebut. Pihaknya menduga, telah terjadi praktik jual beli kawasan hutan konservasi di Riau dengan motif menerbitkan Surat Keterangan Tanah oleh oknum dipemerintahan.
"Kita akan bedah pemutihan kawasan hutan ini," ujarnya.
Lebih Izin
Tidak hanya itu, Pansus Monitoring dan Perizinan lahan DPRD Riau kembali menemukan indikasi perusahaan perkebunan kelapa sawit yang area kerjanya melebihi izin Hak Guna Usaha yang diberikan. Kali ini, hal itu diduga terjadi di areal PT Arindo Tri Sejahtera di Kabupaten Kampar.
"Dalam surat keputusan yang dikeluarkan pemerintah hanya 3.471 hektare, tetapi di lapangan pelepasan luas lahan yang digunakan mencapai 4.194 hektare," ujar anggota Pansus, Aherson.
Ia menjelaskan, perusahaan tersebut memiliki dua blok lahan. Pertama, salah satu SK dengan izin HGU seluas 4.270 hektare dan dikelola sekitar 3.419 hektare. Permasalahan terjadi di blok lainnya, yakni dari izin 3.471 ha, sedangkan yang dikelola malah melebihi, yakni 4.194 ha. Artinya, ada sekitar 700 hektare kelebihan lahan diluar izin.
Direktur Utama PT Ariando Tri Sejahtera, Sapta ketika dikonfirmasi membenarkan hal tersebut, namun itu didasarkan beberapa hal. Salah satunya karena lahan tersebut pernah digunakan PT Chevron Pasific Indonesia untuk menggali mnyak di dekat daerahnya.
Setelah Chevron selesai melakukan penambangan minyak, lahan itu diberikan kembali kepada pihak perusahaan. Ditegaskannya bahwa hal ini juga telah mendapat izin dari SKK Migas dan Dinas Perkebunan Riau.
Dituntut 3 Tahun
Masih terkait kasus lahan, Pengadilan Negeri Siak kembali menggelar sidang tindak pidana kehutanan dan perkebunan dengan terdakwa mantan Kapolsek Siak, Kompol Suparno. Terdakwa dikenakan UU kehutanan dengan tuntutan 3 tahun penjara. Tuntutan itu disampaikan JPU Endah Purwaningsing dalam sidang yang digelar Kamis kemarin.
Dalam tuntutannya, JPU menilai terdakwa melanggar Undang-Undang Kehutanan Nomor 18 Tahun 2013 tentang pencegahan dan pemberantasan perusak hutan (P3H). (bbs, ant, rtc, ral, sis)