RIAUMANDIRI.CO- Sekretaris Daerah Kabupaten (Sekdakab) Meranti Bambang Suprianto kembali diperiksa bersama 11 orang saksi lainnya oleh Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pemeriksaan itu terkai perkara yang melibatkan Bupati Kepulauan Meranti nonaktif Muhammad Adil yang terjerat Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK dan sudah ditetapkan sebagai tersangka.
M Adil terjerat 3 kasus rasuah sekaligus dengan nilai total sebesar Rp26,1 miliar. Selain dia, ada 2 nama lainnya yang juga sudah menjadi tersangka. Mereka adalah Fitria Nengsih selaku Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD Kepulauan Meranti. Berkas Fitria Nengsih telah dinyatakan lengkap atau P-21.
Tersangka lainnya adalah M Fahmi Aressa. Nama yang disebutkan adalah Ketua Tim Pemeriksa Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Riau. Untuk M Adil dan M Fahmi, penyidik Lembaga Antirasuah itu masih berupaya mengumpulkan alat bukti. Salah satunya dengan melakukan pemeriksaan saksi-saksi. Hari ini, pemeriksaan dilakukan terhadap 12 orang saksi.
Kepala Bagian (Kabag) Pemberitaan KPK, Ali Fikri menyebut, pemeriksaan terhadap belasam saksi itubdilakukan di Kantor Polres Kepulauan Meranti, di Jalan Perumbi Alai Kelurahan Insit, Kecamatan Tebing Tinggi Barat, Kabupaten Kepulauan Meranti.
"Pemeriksaan saksi terkait tindak pidana korupsi pemotongan anggaran seolah-olah sebagai utang kepada penyelenggara negara atau yang mewakilinya tahun anggaran 2022 sampai dengan 2023, lalu penerimaan fee jasa travel umrah serta pemberian suap pengondisian pemeriksaan keuangan tahun 2022 di lingkungan Pemerintahan Kabupaten Kepulauan Meranti," ujar Ali Fikri, Selasa (13/6).
Adapun para saksi yang diperiksa, antara lain Bambang Suprianto selaku Sekda, Atan Ibrahim selalu Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda), Fajar Triamosko selaku Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR).
Berikutnya Rahmawati selaku Kabag Hukum, Dedi Sahrani selaku Kabid Cipta Karya, Lailatul Hasanah selalu Kasubag Keuangan PUPR, Widya Puspasari selaku Kabid Tata Ruang Dinas PUPR.
Kemudian Wan Muhammad Ramahendra selaku Kabid Aset, Tarmizi selaku Kabag Umum, Fadlil Maulana dan Restu Prayogi selaku ajudan.
"(Pemeriksaan saksi) Untuk tersangka MA dan kawan-kawan," pungkas Ali Fikri.
Diketahui, KPK mengamankan M Adil, Fitria Nengsih dan M Fahmi Aressa sebagai tersangka usai operasi tangkap tangan (OTT) di Kepulauan Meranti, Siak dan Pekanbaru pada Kamis (6/4) malam. Ketiganya sudah ditahan untuk kelancaran proses penyidikan lebih lanjut.
M Adil dan Fitria Nengsih ditahan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) KPK pada Gedung Merah Putih dan M Fahmi Aressa ditahan di Rutan KPK pada Pomdam Jaya Guntur. Masa penahanan tersangka juga sudah diperpanjang.
Sebelumnya Ali Fikri menyebut, M Adil diduga memerintahkan para kepala SKPD untuk melakukan setoran uang yang sumber anggarannya dari pemotongan uang persediaan (UP) dan ganti uang persediaan (GU).
"Masing-masing SKPD kemudian dikondisikan seolah-olah adalah utang pada MA. Besaran pemotongan UP dan GU ditentukan MA dengan kisaran 5 persen sampai dengan 10 persen untuk
setiap SKDP," jelas Ali Fikri belum lama ini.
Selanjutnya setoran UP dan GU dalam bentuk uang tunai disetorkan kepada pada Fitria Nengsih yang menjabat Kepala BPKAD Kepulauan Meranti, sekaligus orang kepercayaan M
Adil.
"Setelah terkumpul, uang-uang setoran tersebut kemudian digunakan untuk kepentingan MA diantaranya sebagai dana operasional kegiatan safari politik rencana pencalonan MA untuk
maju dalam Pemilihan Gubernur Riau di tahun 2024," beber Ali Fikri.
M Adil juga menerima gratifikasi sebesar Rp1,4 miliar dari PT Tanur Muthmainnah (TM) yang bergerak di bidang travel perjalanan umrah pada Desember 2022. Uang itu diterima M Adil melalui Fitria Nengsih yang juga menjabat Kepala Cabang PT TM untuk proyek pemberangkatan umrah bagi para Takmir Masjid di Kabupaten Kepulauan Meranti.
Sementara di kasus suap, M Adil berupaya agar proses pemeriksaan keuangan Pemkab Kepulauan Meranti tahun 2022 mendapatkan predikat baik sehingga nantinya memperoleh
Wajar Tanpa Pengecualian.
"MA bersama-sama FN memberikan uang sekitar Rp1,1 miliar pada MFH selaku Ketua Tim Pemeriksa BPK Perwakilan Riau," ungkap Ali Fikri.
Dari hasil penyidikan sementara, M Adil diduga menerima uang sekitar Rp26,1 miliar. Uang itu berasal dari berbagai pihak, dan terus didalami oleh KPK.
Akibat perbuatan itu, M Adil dijerat pasal berlapis, yakni sebagai penerima suap melanggar Pasal 12 huruf f atau Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sebagai pemberi suap, M Adil melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Fitria Nengsih sebagai pemberi suap melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
M Fahmi Aressa sebagai penerima suap melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.(Dod)