RIAUMANDIRI.CO - RUU Kesehatan khususnya pada ketentuan produk tembakau sebagai zat adiktif disetarakan dengan markotika menuai ragam pertanyaan publik. Pasal 154-158 itu kini menuai penolakan sejumlah pihak.
Bagaimana posisi industri rokok elektrik? Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Firman Soebagyo menilai harus ada pengaturan terhadap industri rokok elektrik/vape. Atas dasar itu, Baleg akan mengundang industri vape untuk penguatan regulasi.
“Tentunya kami akan undang. Saya akan usulkan kepada Baleg supaya polemik di publik ini bisa terjawab, kita akan undang industri vape itu seperti apa, bahan bakunya seperti apa, kalau memang bahan bakunya belum diawasi maka harus diatur di UU,” kata Firman dalam diskusi dialektika demokrasi bertajuk ‘Mengkaji Lebih falam Zat Adiktif di RUU Kesehatan’ di Media Centre DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (25/5/23)
Nantinya terkait vape, lanjut Firman, ada sejumlah hal ketentuan yang dipisahkan dari rokok kovensional.
“Di BPOM pengawasannya, terkait regulasi terhadap industri rokok vape itu kita atur tersendiri apakah nanti masuk di UU Pertembakauan atau masuk di UU Perindustrian itu nanti akan kita pikirkan,” papar Firman.
Dia mengamini vape telah menjadi salah satu gaya hidup di masyarakat Indonesia. Kini, user (pengguna) rokok elektrik/vape sudah mencapai 6 juta orang dan kemungkinan akan terus bertembah.
“Karena rokok vape itu sudah mulai terjadi pergeseran bahwa masyarakat itu sudah menjadi tren, menjadi gaya hidup, tadi sudah ada 6 juta pengguna dan itu akan berkembang,” ungkap legislator Partai Golkar ini.
Di kesempatan yang sama, Ketua Umum Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI) Aryo Andrianto menegaskan, pihaknya masih perlu mendapatkan dukungan pemerintah dan DPR.
“Perlu dukungan pemerintah dan regulasi yang lebih mantap buat investasi-investasi dari luar negeri dan lokal pun akan bisa berkembang di industri ini. Jadi ya kita berharap dari pemerintah, dari legislatif kita bisa dapat dukungan untuk ya sama-sama membangun industri ini,” tandas Aryo. (*)