RIAUMANDIRI.CO - Fraksi PKS DPR RI menolak pemberian izin ekspor konsentrat tembaga menggunakan Peraturan Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM).
Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI Mulyanto menilai kebijakan tersebut cacat hukum dan bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Minerba.
Mulyanto minta Pemerintah jangan menafsirkan UU semau-maunya sendiri. Karena isi UU No.3/2020, pasal 170A tentang pelarangan ekspor mineral mentah sejak Juni 2023, sudah sangat jelas.
"Pemerintah harus patuh pada perintah Undang-Undang, bukan malah sebaliknya Undang-Undang ditafsirkan sesuai maunya Pemerintah. Ini akan jadi preseden buruk dalam penyelenggaraan negara," kata Mulyanto kepada media ini, Rabu (24/5/2023).
Menurut dia, yang diatur oleh Permen hanyalah turunan dari norma UU, sebagaimana diatur dalam pasal 170A ayat (3) yakni ketentuan terkait penjualan mineral yang belum dimurnikan dalam jumlah tertentu.
"Tentu saja ketentuan penjualan yang dimaksud tersebut terkait dengan aturan teknis penjualan mineral dalam rentang waktu yang dibenarkan oleh UU, yakni sampai Juni 2023. Setelah masa itu, maka berlaku norma pelarangan ekspor mineral yang belum dimurnikan," terangnya.
Mulyanto minta Pemerintah jangan memaksakan kehendak dengan mengeluarkan izin ekspor konsentrat tembaga ini dengan menggunakan Permen ESDM. Apalagi bertindak semata-mata hanya untuk kepentingan kelompok pebisnis tertentu dan diskriminatif terhadap komoditas mineral lainnya.
Pemerintah sebaiknya menjaga marwah dan harga diri bangsa dalam hal penegakan aturan hukum terkait pengelolaan sumber daya alam (SDA) Nasional.
Dijelaskan, ketentuan larangan ekspor ini sudah delapan kali direvisi. Masak sekarang mau direvisi lagi menggunakan Permen ESDM. Secara logika dan hukum ini bermasalah.
"Karena itu PKS menolak ide mengeluarkan Permen ESDM untuk izin ekspor konsentrat ini. UU tidak mengamanatkan Permen untuk melanggar UU itu sendiri. Ini kan tidak masuk akal sehat," tegas anggota Komisi VII DPR RI itu.
Menurut Mulyanto, mengubah UU Minerba terlebih dahulu serta bentuk norma yang menghapus pelarangan ekspor tersebut, baru izin ekspor bisa diberikan.
"Pemerintah jangan memberi contoh buruk pelanggaran atas UU," tandasnya. (*)