RIAUMANDIRI.CO - Banyaknya kontroversi yang melibatkan pimpinan atau pegawai BRIN seharusnya mendorong Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk mengevaluasi keberadaan lembaga riset tersebut.
"Jokowi perlu melihat secara objektif efektifitas kinerja BRIN pasca peleburan seluruh lembaga riset kementerian dan non kementerian dalam satu wadah. Bila penggabungan tersebut hanya melahirkan kasus-kasus kontroversial di tengah masyarakat, sebaiknya Presiden segera membubarkan lembaga tersebut," kata anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto kepada media ini, Rabu (27/4/2023).
Menurut Mulyanto, bukan kali ini saja peneliti BRIN memunculkan kasus kontroversial menimbulkan geger di masyarakat, seperti ancaman pembunuhan kepada warga Muhammadiyah oleh APH.
"Kehebohan sebelumnya adalah pernyataan peneliti BRIN bahwa akan ada badai dahsyat karena cuaca ekstrim di Jabodetabek. Padahal kewenangan mengumumkan secara resmi soal itu ada di BMKG. Pernyataan tersebut dibantah BMKG dan nyatanya terbukti tidak ada," kata Mulyanyo.
Selain itu belum usai heboh soal privatisasi Kebun Raya Bogor, meledak kasus penutupan balai riset antariksa Watukosek, Pasuruan yang sempat ditanyakan Unesco, pembubaran LBM Eijkman yang reputasinya diakui publik dan tengah fokus mengembangkan vaksin Covid-19, serta kasus pemecatan secara mendadak para tenaga honorer kapal riset Baruna Jaya.
"Sementara peneliti kekurangan ruang kerja, bahkan rebutan kursi, pimpinan BRIN justru malah berencana membangun ruang tidur untuk Ketua Dewan Pengarahnya.," kenang Mulyanto.
Karena itu Mulyanto minta Jokowi mengevaluasi kinerja lembaga ini secara sungguh-sungguh. Alih-alih prestasi pengembangan iptek yang nyata bagi kesejahteraan masyarakat atau prestasi iptek di tingkat internasional, berita yang muncul dari BRIN dan penelitinya adalah lagi-lagi soal yang mencerminkan kemerosotan kinerja lembaga ini, baik dari aspek penataan SDM, organisasi, aset, infrastruktur iptek, program dan anggaran.
"Sehingga menjadi logis kalau akhirnya Komisi VII DPR RI atas masukan dari para begawan iptek dan masyarakat peneliti dalam kesimpulan raker dengan Kepala BRIN meminta BPK untuk memeriksa secara investigatif anggaran BRIN serta minta Presiden Jokowi mencopot Kepala BRIN," kata Mulyanto.
Menurut Mulyanto, BRIN telah menjadi lembaga super body, tersentralisasi, dan gemuk. Akibatnya bukan hanya lamban bergerak, tetapi riskan terhadap penyakit degeneratif. Selain itu banyak regulasi perundangan yang dilanggar dalam peleburan kelembagaan Iptek ke dalam BRIN yang dipaksakan ini.
"Pemerintah harus segera mempertimbangkan kembali menghidupkan kelembagaan iptek seperti BATAN, LAPAN, BPPT dan LIPI, yang jelas-jelas terbukti berprestasi secara ilmiah," kata mantan peneliti BATAN itu. (*)