RIAUMANDIRI.CO- Komisi Pemberantasan Korupsi memeriksa sebanyak 12 orang pejabat di lingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kepulauan Meranti. Belasan orang itu menjadi saksi untuk melengkapi berkas perkara Muhammad Adil, Bupati Kepulauan Meranti nonaktif.
"Hari ini, pemeriksaan saksi TPK (tindak pidana korupsi,red) pemotongan anggaran seolah-olah sebagai utang kepada penyelenggara negara atau yang mewakilinya tahun anggaran 2022 sampai 2023, dugaan korupsi penerimaan fee jasa travel umrah dan dugaan korupsi pemberian suap pengkondisian pemeriksaan keuangan tahun 2022 di lingkungan Pemerintah Kabupaten Kepulauan Meranti," ujar Ali Fikri, Kamis (13/4).
Kepala Bidang Pemberitaan KPK itu mengatakan, pemeriksaan para saksi tersebut dilakukan di Mapolres Kepulauan Meranti, Jalan Perumbi Alai Kelurahan Insit, Kecamatan Tebing Tinggi Barat.
Adapun 12 pejabat yang diperiksa tersebut, yaitu Sekretaris Daerah Kabupaten (Sekdakab) Kepulauan Meranti, Bambang Suprianto, Kepala Bagian (Kabag) Kesra, Syafrizal, dan Kepala Dinas (Kadis) Perumahan dan Kawasan Permukiman (Perkim) Kota Pekanbaru, Mardiansyah. Nama yang disebutkan terakhir merupakan mantan Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kepulauan Meranti.
Lalu, Suardi, Kadis Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) Kepulauan Meranti, Eko Setiawan, Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kepulauan Meranti, dan Piskot ginting, Kadis Perhubungan Kepulauan Meranti. Berikutnya, Marwan, Kadis Perindustrian dan Perdagangan Kepulauan Meranti, Tengku Arifin, Kadis Koperasi Kepulauan Meranti, dan Sukri, Plt Kadis Sosial P3AP2KB Kepulauan Meranti.
Selanjutnya, Muhlisin, Plt Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan SDM Kepulauan Meranti, Fajar Triasmoko, Kadis PUPR Kepulauan Meranti, serta Amat Safii, Plt Kadis Komunikasi dan Informatika Kepulauan Meranti.
"Diperiksa untuk tersangka MA (Muhammad Adil, red)," sebut Ali Fikri.
Diketahui, M Adil diduga terlibat tiga 3 perkara rasuah. Yakni, pemotongan anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang dibuat seolah-olah sebagai utang, dugaan penerimaan fee jasa travel umrah dan dugaan pemberian suap pengondisian pemeriksaan keuangan tahun 2022.
Diwartakan sebelumnya, M Adil diamankan melalui skema operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan tim KPK pada Kamis (6/4) malam kemarin. Selain M Adil, saat itu tim KPK juga mengamankan sejumlah Kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di lingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Meranti dan pihak lainnya.
KPK akhirnya menetapkan tiga orang tersangka dalam perkara tersebut. Selain M Adil, tersangka lainnya adalah Fitria Nengsih yang merupakan Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Meranti, dan M Fahmi Aressa, Pemeriksa Muda BPK Perwakilan Provinsi Riau.
Terhadap ketiganya telah dilakukan penahanan. M Adil dan Fitria Nengsih ditahan di Rutan KPK pada gedung Merah Putih dan M Fahmi Aressa ditahan di Rutan KPK pada Pomdam Jaya Guntur.
M Adil yang terpilih sebagai Bupati Kepulauan Meranti pada 2021 diduga memerintahkan para kepala SKPD untuk melakukan setoran uang yang sumber anggarannya dari pemotongan uang persediaan (UP) dan ganti uang persediaan (GU).
"Masing-masing SKPD kemudian dikondisikan seolah-olah adalah utang pada MA. Besaran pemotongan UP dan GU ditentukan MA dengan kisaran 5 persen sampai dengan 10 persen untuk setiap SKDP," kata Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata belum lama ini.
Selanjutnya setoran UP dan GU dalam bentuk uang tunai disetorkan kepada pada Fitria Nengsih yang menjabat Kepala BPKAD Kepulauan Meranti, sekaligus orang kepercayaan M Adil.
"Setelah terkumpul, uang-uang setoran tersebut kemudian digunakan untuk kepentingan MA diantaranya sebagai dana operasional kegiatan safari politik rencana pencalonan MA (M Adil,red) untuk maju dalam Pemilihan Gubernur Riau di tahun 2024," sebut pria yang akrab disapa Alex itu.
M Adil juga menerima gratifikasi sebesar Rp1,4 miliar dari PT Tanur Muthmainnah (TM) yang bergerak di bidang travel perjalanan umrah pada Desember 2022. Uang itu diterima M Adil melalui Fitria Nengsih yang juga menjabat Kepala Cabang PT TM untuk proyek pemberangkatan umrah bagi para Takmir Masjid di Kabupaten Kepulauan Meranti.
Sementara di kasus suap, M Adil berupaya agar proses pemeriksaan keuangan Pemkab Kepulauan Meranti tahun 2022 mendapatkan predikat baik sehingga nantinya memperoleh Wajar Tanpa Pengecualian. "MA bersama-sama FN memberikan uang sekitar Rp1,1 miliar pada MFH selaku Ketua Tim Pemeriksa BPK Perwakilan Riau," beber Alex.
Dari hasil penyidikan sementara, M Adil diduga menerima uang sekitar Rp26,1 miliar dari berbagai pihak,. "Ini akan ditindaklanjuti dan didalami
lebih detail oleh Tim Penyidik," tegas Alex.
M Adil dijerat pasal berlapis. Sebagai penerima suap, M Adil disangkakan melanggar Pasal 12 huruf f atau Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sebagai pemberi suap, M Adil melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Fitria Nengsih sebagai pemberi suap melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sedangkan, M Fahmi Aressa sebagai penerima suap melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.(Dod)