RIAUMANDIRI.CO - Komite II DPD RI menilai kebijakan pemerintah pusat saat ini tidak berpihak kepada masyarakat daerah. Banyak aspirasi dan permasalahan di daerah yang tidak terakomodir melalui berbagai kebijakan pemerintah pusat terkait kebutuhan daerah.
“Anggota DPD RI selalu menyampaikan aspirasi dari daerah, tetapi ada kesan bahwa kebijakan-kebijakan pusat, apakah terkait pangan atau sumber daya alam, terkesan tidak berpihak ke masyarakat,” kata Ketua Komite II DPD RI Yorrys Raweyai dalam konferensi pers di DPD RI, Selasa (18/4/2023).
Terkait pengelolaan SDA di daerah, Wakil Ketua Komite II DPD RI Bustami Zainudin menjelaskan bahwa kebijakan saat ini terlalu sentralistik yang mengabaikan peran dari pemerintah daerah, sehingga perlu di evaluasi. Karena pengelolaan SDA yang diatur oleh pemerintah pusat, tidak memberikan kontribusi bagi daerah, justru malah merusak lingkungan.
“Dampak dari eksploitasi sumber daya alam, semuanya ada di daerah. Seperti soal kerusakan alam akibat eksploitasi yang tidak tahu sampai kapan, termasuk kerusakan-kerusakan jalan. Ini yang akan ditinjau ulang untuk meningkatkan peran daerah,” kata Bustami.
Senada, Agustin Teras Narang juga mengatakan bahwa saat ini daerah hanya sekedar menjadi penonton tanpa memiliki peran. Meski memiliki kekayaan alam yang besar, namun banyak daerah harus dihadapkan pada berbagai permasalahan, salah satunya pangan. Semua hasil alam di daerah ditarik ke pemerintah pusat.
“Kondisi pangan kita di Indonesia tidak dalam kondisi yang baik-baik saja. Ada beberapa daerah yang mengalami kesulitan, ada yang harganya tidak dalam kondisi yang kita harapkan, seperti di timur atau Kalimantan. Padahal telah masuk di masa Ramadan dan akan menghadapi Lebaran. Ini yang menjadi perhatian Komite II,” jelasnya.
Dalam kesempatan yang sama, Aji Mirni Mawarni merasa khawatir atas kualitas sumber daya manusia (SDM) di Kalimantan Timur. Penyerapan SDM dalam pemindahan ibu kota negara (IKN) ke Kalimantan Timur, dinilai tidak akan sebanding dengan dampak dari eksploitasi alam di provinsinya. Selain itu, dirinya juga berharap agar pemerintah tidak mudah melakukan impor, tetapi harus menyerap hasil produksi padi di petani.
“Masyarakat punya produksi pertanian, tapi tidak bisa dibeli Bulog, alasannya jauh dari standar Bulog. Lalu ada masalah pemerintah mengimpor bulog. Harusnya beras di petani diserahkan dulu oleh pemerintah sebelum dilakukan impor,” pesan Aji Mirni. (*)