RIAUMANDIRI.CO- Salah satu tersangka dugaan korupsi pembangunan Masjid Raya Senapelan mengajukan gugatan praperadilan ke pengadilan. Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau sebagai pihak yang menangani perkara itu, menyatakan kesiapannya menghadapi upaya hukum tersebut.
Adapun Pemohon gugatan tersebut bernama Haynes Ade. Dia merupakan ayah dari Anggun Bestarivo Ernesia, Direktur PT Riau Multi Cipta Dimensi selaku penyedia jasa konsultasi pada pekerjaan Konsultan Manajemen Konstruksi Pembangunan Masjid Raya Pekanbaru Tahun 2021.
Adapun permohonan praperadilan telah terdaftar di Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru dengan nomor register perkara: 8/Pid.Pra/2023/PN Pbr. Gugatan didaftarkan pada Kamis (30/3) kemarin. Kepala Kejaksaan Tinggi Riau Cq Asisten Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Riau menjadi pihak Termohon.
Haynes Ade dalam permohonan gugatannya menyebut penetapan tersangka yang dilakukan penyidik Kejati Riau tidak sah dan cacat hukum.
"Termohon dalam menetapkan anak Pemohon sebagai tersangka bekerja sangat asal-asalan yang tidak punya aturan sebagaimana ditetapkan dalam KUHP," tulis Haynes dalam gugatan praperadilannya yang dilansir dari laman SIPP PN Pekanbaru.
Haynes menyampaikan, proses pemeriksaan anaknya dilakukan lewat pemanggilan via telepon dan WhatsApp untuk datang ke Kejati Riau diperiksa sebagai saksi pada 8 Maret 2023 lalu. Ternyata sesampai di Kejati Riau, anak Pemohon diperiksa sebagai tersangka tanpa ada surat panggilan resmi sebagai tersangka.
Haynes juga menyebut surat penetapan tersangka tidak sah karena tidak adanya Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) sebagai tembusan kepada tersangka.
"Bahwa pemeriksaan sebagai tersangka pada hari Rabu tanggal 8 Maret 2023 tidaklah sah tanpa didampingi kuasa hukum yang mengakibatkan surat perintah penahanan menurut hemat kami jelas-jelas tidak sah," lanjut Haynes.
Atas argumen hukumnya tersebut, Haynes meminta hakim PN Pekanbaru yang akan menyidangkan permohonan praperadilan ini menyatakan surat penetapan tersangka atas nama Anggun tidak sah dan tidak berdasar atas hukum.
"Menyatakan penyidikan yang dilaksanakan Termohon yang menetapkan anak Pemohon sebagai tersangka adalah tidak sah dan tidak berdasar atas hukum," sebut Haynes.
Haynes juga meminta hakim membebaskan tersangka Anggun Bestarivo Ernesia dari tahanan, dan menetapkan Termohon mengganti kerugian yang dialami sebesar Rp 100 juta," demikian permohonan Haynes.
Menanggapi hal itu, Aspidsus Kejati Riau Imran Ibrahim Yusuf saat dikonfirmasi melalui Kepala Seksi (Kasi) Penerangan Hukum (Penkum) dan Humas, Bambang Heripurwanto menyatakan bahwa upaya praperadilan itu adalah hak yang diberikan undang-undang bagi Tersangka.
"Oleh karena itu jika ada upaya praperadilan yang dilakukan, maka tim penyidik akan mengikuti persidangannya untuk memberikan jawaban," singkat Bambang.
Diketahui, pengusutan perkara dugaan korupsi pembangunan Masjid Raya Senapelan dilakukan Tim Penyidik pada Bidang Pidsus Kejati Riau. Selain Anggun, perkara ini juga menjerat 3 orang tersangka lainnya.
Adapun para tersangka itu, yakni Syafri selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) merangkap Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Lalu, Ajira Miazawa selaku Direktur CV Watashiwa Miazawa, dan Imran Chaniago selaku Pihak Swasta atau Pemilik Pekerjaan.
Penetapan tersangka dilakukan setelah Tim Penyidik melakukan gelar perkara atau ekspos pada Rabu (8/3) kemarin. Di hari yang sama, keempatnya langsung dilakukan penahanan dan dititipkan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kelas I Pekanbaru untuk 20 hari ke depan.
Adapun kronologis perkara, yaitu pada tahun 2021, Dinas Pekerjaan Umum Penataan Ruang Perumahan Kawasan Permukiman dan Pertanahan (PUPR-PKPP) Provinsi Riau melaksanakan kegiatan Pekerjaan Pembangunan Fisik Masjid Raya Pekanbaru. Kegiatan tersebut bersumber dari APBD Provinsi Riau dengan pagu anggaran sebesar Rp8.654.181.913.
Proyek ini dimenangkan oleh CV Watashiwa Miazawa dengan nilai kontrak sebesar Rp6.321.726.003,54, dan dilaksanakan selama 150 hari kalender dimulai sejak tanggal 03 Agustus hingga 30 Desember 2021.
Pada tanggal 20 Desember 2021, Syafri Yafis selaku PPK meminta untuk mencairkan pembayaran 100 persen. Sedangkan bobot pekerjaan baru diselesaikan lebih kurang 80 persen, dilaporkan bobot atau volume pekerjaan 97 persen.
Berdasarkan perhitungan fisik oleh ahli, bobot pekerjaan yang dikerjakan diperoleh ketidaksesuaian spesifikasi pekerjaan dan volume pekerjaan 78,57 persen atau kekurangan volume pekerjaan. Berdasarkan audit yang dilakukan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Provinsi Riau diketahui Kerugian Keuangan Negara sebesar Rp1.362.182.699,62.
Para tersangka disangka dengan Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.(Dod)