RIAUMANDIRI.CO - Anggota Komisi III DPR RI Arsul Sani menyatakan, RUU Perampasan Aset disepakati sebagai RUU inisiatif Pemerintah. Karena usul inisiatif Pemerintah, maka Pemerintah yang harus menyiapkan dan menyerahkan naskah akademik berikut dengan draf RUU-nya ke DPR RI.
"Posisi DPR RI saat ini masih menunggu Pemerintah. Kalau sudah disampaikan kepada DPR kedua dokumen tersebut, maka DPR yang bikin DIM (Daftar Inventarisasi Masalah). Jadi tidak benar kalau DPR menolak RUU ini," tegas Arsul Sani, Sabtu (1/4/2023).
Dikatakan Arsul, RUU Perampasan Aset Tindak Pidana ini diperlukan agar proses-proses pengembalian kerugian negara bisa lebih dimaksimalkan, lebih baik dan lebih cepat. Dan ini tidak hanya terkait dengan tindak pidana korupsi atau tipikor saja, melainkan juga bisa dimanfaatkan untuk mengembalikan kerugian negara dalam tindak-tindak pidana narkotika, pajak, kepabeanan dan cukai, lingkungan hidup, illegal logging, terorisme dan lainnya.
"Jadi, kalau ditanya posisi saya atau Fraksi PPP maka kami setuju ada Undang-Undang ini kedepannya," tandas politisi PPP ini.
Arsul juga menegaskan bahwa munculnya RUU Perampasan Aset ini tidak hanya disebabkan atas adanya kasus dugaan transaksi mencurigakan yang mengandung TPPU sebesar Rp349 triliun saja, tapi usulan RUU ini sudah ada sejak beberapa waktu lalu, dan juga sudah disuarakan di ruang publik.
Terakhir, dirinya juga mengharapkan masyarakat agar lebih bijak melihat situasi atas persoalan ini dan dapat melihat masalah sesuai dengan duduk perkara sebelumnya, dengan tidak menjadikan DPR RI sebagai "samsak" yang dipukuli secara tidak proporsional di ruang publik. Dirinya juga berharap Pemerintah dapat segera menyepakati satu kata atas RUU tersebut.
"Jadi mereka yang selalu menyalahkan DPR itu sesungguhnya tidak mengerti duduk soal situasi sebenarnya. Cuma kan di medsos itu yang paling enak memang menyalah-nyalahkan DPR. Kita berharap agar siapapun yang berwenang di Pemerintahan, termasuk Menko Polhukam, maka sepakati satu kata terkait RUU ini. Dan jangan jadikan DPR sebagai 'sansak' yang dipukuli secara tidak proporsional di ruang publik," tutupnya. (*)