RIAUMANDIRI.CO- Berkas perkara dugaan korupsi di Badan Layanan Umum (BLUD) Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Bangkinang dengan tersangka Arvina Wulandari kembali dilimpahkan ke Jaksa Peneliti. Itu dilakukan setelah penyidik meyakini telah memenuhi petunjuk yang diberikan Jaksa sebelumnya.
Arvina Wulandari merupakan mantan Bendahara BLUD RSUD Bangkinang Tahun Anggaran (TA) 2017-2018.
Perkara tersebut ditangani penyidik pada Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Riau. Dalam proses penyidikan, Korps Bhayangkara itu telah memeriksa puluhan saksi. Keterangan mereka telah tertuang dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP).
Penyidik selanjutnya melimpahkan berkas perkara ke Jaksa Peneliti pada Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau atau tahap I. Setelah dilakukan penelitian, berkas perkara dinyatakan belum lengkap sehingga dikembalikan ke penyidik disertai petunjuk.
Atas P-19 itu, penyidik kembali melengkapinya. "P-19 (petunjuk Jaksa,red) sudah dipenuhi dan berkas sudah dikirim kembali," ujar Kasubdit III Reskrimsus Polda Riau, Kompol Faizal Ramzani, Selasa (28/3).
Terpisah, Kepala Seksi (Kasi) Penerangan Hukum (Penkum) dan Humas Kejati Riau, Bambang Heripurwanto membenarkan jika pihaknya telah menerima kembali pelimpahan berkas perkara tersebut. Dikatakan dia, berkas tersebut diterima pada awal pekan kemarin.
"Benar. Kalau tak salah, berkas diterima kembali pada Senin (27/3) kemarin," ungkap Bambang.
Saat ini, sebut dia, Jaksa Peneliti kembali menelitinya kelengkapan berkas perkara tersebut. Jika lengkap, akan dinyatakan P-21. Sebaliknya, jika belum lengkap, berkas perkara akan dikembalikan lagi ke penyidik.
"Penyidik kembali meneliti berkas perkara tersebut," tegas Bambang Heripurwanto.
Dalam perkara korupsi, modus operandi yang dilakukan tersangka Arvina, yakni membuat pertanggung jawaban fiktif senilai Rp5.470.171.146,64. Lalu, membuat pertanggung jawaban lebih tinggi dari pengeluaran sebenarnya senilai Rp1.503.226.584,40. Terakhir, melakukan kelebihan sebesar Rp1.503.226.584,40 pada pembayaran
pihak ketiga senilai Rp18.848.450,00.
Akibat perbuatannya, timbul kerugian keuangan negara/daerah berdasarkan laporan hasil penghitungan kerugian negara oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI sebesar Rp6.992.246.181,04.
Adapun kronologis perkara, yaitu perincian pengeluaran dana yang dilakukan Bendahara Penerimaan dan Bendahara Pengeluaran TA 2017 sebesar Rp37.749.183.280,00 dan TA 2018 sebesar Rp32.826.294.426,00.
Bendahara Pengeluaran BLUD RSUD Bangkinang telah menyusun Buku Kas Umum (BKU) TA 2017 dengan realisasi belanja sebesar Rp39.369.282.438,70 dan pada TA 2018 sebesar Rp32.611.725.626,47.
Dalam penatausahaan keuangan dan pertanggungjawaban penggunaan anggaran terdapat penyimpangan. Yakni, proses pelaksanaan penatausahaan keuangan yaitu Bendahara Pengeluaran BLUD RSUD bangkinang tidak tertib menatausahakan BKU meliputi melakukan pencatatan transaksi pengeluaran pada BKU TA 2017 dan TA 2018 tanpa didukung dengan bukti pertanggungjawaban.
Dia tidak mencatat transaksi pembayaran jasa pelayanan pada BKU TA 2017 dan mencatat transaksi pengeluaran di BKU tidak berdasarkan tanggal pembayaran dan tidak melakukan tutup buku secara periodik.
Lalu, pencairan dana BLUD RSUD Bangkinang tidak didukung dengan rekapitulasi nominal surat pertanggungjawaban (SPJ) yang telah disetujui pejabat yang berwenang. Proses pertanggungjawaban, yaitu pengeluaran kegiatan TA 2017 dan TA 2018 yang tidak dilaksanakan (fiktif) pada meliputi obat-obatan, bahan habis pakai kesehatan, makan minum pasien, jasa pelayanan, biaya operasional, honor dewan pengawas, administrasi, uang muka pekerjaan, sarana prasara, barang dan jasa dan bahan bakar minyak sebesar Rp5.470.171.146,64.
Pengeluaran TA 2017 dan TA 2018 dipertanggungjawabkan lebih tinggi dari realisasi pengeluaran sebenarnya meliputi biaya gaji dan tunjangan, jasa pelayanan dan pemeliharaan sebesar Rp1.503.226.584,40. Lalu, terdapatnya kelebihan pembayaran kepada pihak ketiga meliputi biaya jasa parkir dan biaya bahan bakar minyak sebesar Rp18.848.450,00.
Juga terdapat transaksi uang masuk ke rekening atas nama tersangka periode 01/01/2017-31/12/2018 yang berasal dari sisa cek pencairan dengan total Rp853.224.956,00. Ini didukung bukti rekening koran.
Atas perbuatannya, Arvina telah ditetapkan sebagai tersangka dan dilakukan penahanan. Dia dijerat dengan dengan Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 3 Undang-undang (UU) Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Adapun ancaman hukumannya adalah pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat empat tahun dan paling lama 20 tahun dan atau denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.(Dod)