RIAUMANDIRI.CO - Pengamat komunikasi politik M Jamiluddin Ritonga menilai pertemuan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri selama tiga jam di Istana Negara banyak hal yang dibahas.
"Karena pertemuan itu di Istana Negara, kemungkinan besar agenda utamanya membahas reshuffle kabinet. Agenda lain hanyalah bumbu-bumbu dalam pertemuan itu," kata Jamil kepada media ini, Ahad (19/3/2023).
Jamil melihat Jokowi ingin mendapat masukan Megawati terkait perlu tidaknya menteri dari NasDem di reshuffle. Dukungan politik itu diperlukan Jokowi mengingat mereshuffle menteri dari NasDem secara politis sangat sensitif dan beresiko.
"Kalau dukungan dari Megawati diperoleh, maka Jokowi akan lebih mudah meyakinkan partai koalisi lainnya dalam mereshuffle menteri dari NasDem. Sebab, selama ini partai koalisi lainnya cenderung mengamini kehendak Jokowi," kata Jamil.
Megawati yang memposisikan Jokowi sebagai petugas partai kata Jammil, tidak sungkan mengkritiknya secara terbuka. Karena itu, Jokowi tak ingin salah langkah dalam mereshuffle menteri dari NasDem.
"Jadi, Jokowi ingin mendapat dukungan sepenuhnya dari Megawati dalam mereshuffle menteri dari NasDem. Hanya dengan begitu, Jokowi yakin kabinetnya akan tetap stabil hingga 20 Oktober 2024," kata Jamil.
Sementara tentang kemungkinan membicarakan capres dan cawapres dari PDIP, Jamil berpandangan tampaknya kecil sekali. Sebab, Istana Negara bukanlah tempat yang tepat membicarakan persoalan partai.
"Lagi pula, dalam pertemuan di Istana Negara, Jokowi tampaknya sebagai inisiator. Sebagai pengundang dan kapasitasnya sebagai presiden, tentu lazimnya yang dibicarakan masalah pemerintahan dan kenegaraan," jelas Jamil.
Apalagi kata Jamil Megawati yang merasa punya hak prerogatif, tentu tidak akan mau membicarakan capres di Istana Negara. Sebab, posisi Megawati di Istana Negara hanyalah sebagai tamu.
Sebagai penentu capres dan cawapres, tentu Megawati merasa berhak menetapkan tempat pertemuan yang diinginkannya. Kemungkinan di Istana Batu Tulis atau tempat yang dianggapnya bersejarah lainnya akan ditetapkannya sebagai tempat pertemuan.
"Jadi, dalam hal capres dan cawapres dari PDIP, Megawati akan menjadi inisiator, termasuk dalam menetapkan tempat pertemuan. Sementara Jokowi sebagai petugas partai hanya dimintai masukan terkait capres dan cawapres," katanya.
Jokowi menurut Jamil, memahami benar posisinya tersebut. Karena itu, Jokowi kecil kemungkinan berani memulai membicarakan capres dan cawaprea dari PDIP dihadapan Megawati.
"Jokowi tak akan lancang sengaja mengundang Megawati ke Istana Negara hanya untuk membicarakan capres dan cawapres dari PDIP. Untuk yang satu ini Jokowi tampaknya tahu diri," kata mantan Dekan FIKOM IISIP Jakarta itu. (*)