RIAUMANDIRI.CO- Pelabuhan Nelayan Jalan Pembangunan Kelurahan Bagan Barat, Kecamatan Bangko (Bagan Siapi-api), Kabupaten Rokan Hilir, sejak subuh dini hari sudah diramaikan dengan aktivitas nelayan dan pekerja pengolahan ikan asin. Seperti yang terlihat di gudang Kelompok Pengolah dan Pemasar (Poklansar) Sahbana milik mantan guru sekolah dasar, Ali Sahbana.
Hal itu dinilai sudah wajar jika melihat hasil produksi Gudang Poklansar Sahbana ini, mencapai 8 ton hingga 15 ton Ikan Asin (kering) dalam sebulannya. Bahkan jika dirupiahkan, nilainya mencapai Rp 240 juta hingga Rp 450 juta.
“Tetapi jumlah (pendapatan) itu tidak tetap, karena produksi ikan asin ini sangat tergantung dengan cuaca. Jika cuaca panas, maka proses pengolahannya berjalan sesuai dengan waktu yang tepat dan biaya produksinya juga pas. Tetapi jika musim penghujan, itu biaya produksi jauh meningkat, sementara hasil produksi menurun. Ikan terlambat kering dari waktu pengolahannya,” ujar Ali Sahbana, pengusaha Ikan Asin, dari Bagan Siaapi-api, Kabupaten Rokan Hilir.
Diceritakan Ali Sahbana, yang sebelumnya berprofesi sehari-harinya sebagai Guru ini, menyampaikan bahwa, usahanya mulai meningkat sejak ia mendapatkan tambahan modal dari program Kredit Usaha Rakyat (KUR) Bank Riau Kepri (BRK) Syariah, beberapa tahun lalu. Ia bahkan meninggalkan profesinya sebagai tenaga honorer Guru Sekolah Dasar (SD) yang sudah dilakoninya selama 11 tahun.
“Selama menjadi guru SD itu, saya juga bantu saudara yang ada usaha ikan asin. Saya mulailah menabung sedikit-sedikit untuk modal buka sendiri usaha pengolahan ikan asin ini. Terkumpul sudah 20 juta rupiah, tapi kan itu tidak cukup untuk buka gudang dan biaya lainnya. Saya diskusi lah sama istri yang juga guru, bagaimana kalau kita buka usaha pengolahan ikan asin sendiri dari tabungan yang ada ini dan coba ajukan pinjaman ke bank untuk tambahan modal. Ada beberapa Bank yang langsung bilang tidak bisa karena ragu kami mampu untuk membayar angsuran setiap bulannya,” cerita Ali.
“Kemudian saya dan istri datang ke Bank Riau Kepri Syariah, waktu itu masih Bank Riau Kepri namanya. Sampai di sana, kami sampaikan maksud dan tujuan mau mengajukan pembiayaan untuk usaha ikan asin ini. Alhamdulilah direspon dengan baik, disuruh melengkapi syarat-syaratnya, kemudian orang bank datang survey gudang pengolahan kita dan tidak lama dari waktu itu disetujui dan langsung diproses pencairannya, sangat mudah dan tidak bertele-tele kalau berurusan dengan Bank Riau ini,” tangah ayah 2 anak ini.
Ali mengakui sangat terbantu banyak sejak mendapatkan pinjaman dari Bank Riau Kepri Syariah senilai Rp 50 juta. Iya juga dapat dilunasinya selama dua tahun dan kemudian mengajukan pembiayaan baru untuk meningkatkan usaha pengolahan ikan asin tersebut.
“Saat ini ikan yang masuk setiap harinya dari nelayannya dan masyarakat setempat itu mulai dari 200 kg sampai 4 ton, tergantung hasil dari laut yang bahkan bisa mencapai 6 ton. Kita punya 5 perahu dan nelayan yang melaut setiap harinya, selain ikan dari nelayan sendiri, kita juga menerima ikan dari masyarakat setempat,” kata Ali yang didampingi sang Istri Ayu Agustina.
Sembari mengontrol pekerjaan karyawannya, Ali juga menjelaskan jenis ikan asin yang diproduksi dari gudangnya yakni ikan gulama, ikan duri dan ikan beluka. Hebatnya Ali, ia sangat membantu masyarakat setempat dalam memenuhi kebutuhan hidup dengan menerima mereka bekerja di pengolahan ikan asinnya. Ada sekitar 10 orang untuk pembuatan ikan asin. Bahkan jika ikan yang masuk sangat banyak, Ali juga memberikan kesempatan kepada masyarakat lainnya untuk mendapatkan upah harian sesuai dengan volume kerjanya.
“Walaupun jadi guru merupakan tugas yang mulai, tetapi menjalankan usaha ini jauh membuat saya lebih senang. Karena dapat membantu masyarakat sekitar untuk mencari nafkah. Bahkan selain dari upah yang mereka terima, kami juga kadang ikut membantu kebutuhan para pekerja di sini. Karena itu menjadi berkah buat usaha yang kami jalankan,” kata Ali lagi.
Ali menjelaskan, proses pembuatan ikan asin ini paling cepat dilakukan selama 2 hari dengan kondisi cuaca yang panas dan 4 hari jika cuaca mendung dan hujan. Pertama ikan sampai di gudang itu, pekerja sudah mulai membagi ikan sesuai dengan jenisnya dan diberi es agar ikan tetap segar, selanjutnya baru mulai diproses pengolahannya.
“Kalau waktunya masuk pagi bisa langsung dibelah, siap dibelah baru ditimbang. Ditimbang ini gunanya untuk mengetahui jumlah upah yang harus dibayar kepada pekerja. Setelah itu ikan dicuci dan digarami dalam wadahnya untuk proses fragmentasinya selama semalam. Dari penggaraman dicuci kembali dan disusun di teletai (tempat penjemuran ikan asin) dan baru dijemur. Jika cuaca panas, ikan yang dagingnya tipis dalam sehari bisa kering, tetapi yang tebal dagingnya bisa sampai 4 hari juga,” ungkapnya.
Ali mengaku, meski sempat down pada Pandemi Covid-19 lalu, namun cicilan pinjamannya di Bank Riau Kepri Syariah tidak menunggak sama sekali. Sebab Ali sudah membuat manajemen keuangan yang bagus agar tetap dipercaya oleh pihak Bank Riau Kepri Syariah sebagai nasabah yang taat membayar pinjaman.
“Memang pernah kita down banget, hasil produksi menurun, perahu rusak, dan biaya pengeluaran untuk usaha ini sangat tinggi. Dan lagi-lagi BRK Syariah sangat membantu kami. Meskipun saat itu banyak bank lain yang mencoba masuk untuk menawarkan pinjaman, tetapi kami tetap memilih BRK, karena dulu di bank lain kami ditolak dan disepelekan,” sebut Ali lagi.
Anak ke 8 dari pasangan Kalimah dan Sofyan (Alm) ini juga menyediakan ikan busuk sebagai bahan baku pelet pakan ikan. Ikan busuk ini dikirim ke beberapa daerah seperti Jambi dan Bangkinang. Gudang Ali ini juga mengolah pembuatan terasi udang. Semua hasil olahan dari gudangnya dijual ke Batam, Tembilahan, Teluk Kuantan dan Malaysia.
“Saya ingin ikan asin olahan Sahbana ini dikenal orang di mana-mana. Kami ingin bikin brand sendiri dan menjual ikan asin kami dengan kemasan yang baik. Karena penjualan ikan asin kami juga sudah cukup jauh. Tetapi masyarakat yang membeli kan tidak tahu ini ikan asin olahan dari mana,” sebutnya.
Ia bahkan tak menampik, ide untuk membuat brand sendiri itu juga karena ada pengusaha yang ingin membeli semua hasil produksi ikan asinnya setiap selesai produksi. Namun setelah itu mereka akan mengemas dengan brand merek sendiri.
“Saya kan tidak mau begitu, makanya belum saya respon permintaan orang itu. Sekarang ini, saya, istri dan anggota pekerja di sini mengejar beberapa pelatihan dari pemerintah dan instansi lainnya terkait packaging ikan asin ini. Supaya harapan tadi itu dapat terwujud dalam waktu dekat ini. Mahasiswa yang juga melakukan penelitian di sini juga mendukung akan hal itu. Jadi ini membuat saya dan istri bersemangat,” tutup Ali. rls/nur