RIAUMANDIRI.CO - Pengamat komunikasi politik M Jamiluddin Ritonga melihat Koalisi Perubahan terkesan dikeroyok oleh Koalisi Indonesia Bersatu (KIB), Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR), dan PDIP.
Dia melihat ada dua kelompok capres yang akan diusung pada Pilpres 2024. Kelompok pertama adalah KIB, KKIR, dan PDIP yang akan mengusung capres untuk melanjutkan program Jokowi. Siapa pun capres yang mereka usung bertujuan untuk mempertahankan status quo.
$Rakyat yang menilai arah pembangunan saat ini sudah baik, kemungkinan besar mereka akan memilih capres yang akan mempertahankan status quo. Karena itu, rakyat kelompok ini berpeluang memilih pasangan capres yang diusung KIB, KKIR, atau PDIP," kata Jamil kepada media ini, Jumat (17/2/2022).
Kelompok kedua, pasangan capres yang akan mengusung perubahan. Partai Nasdem, Demokrat, dan PKS menilai arah pembangunan saat ini perlu dikoreksi karena menimbulkan ketidakpuasan sebagian rakyat.
"Rakyat yang merasa tidak puas terhadap arah pembangunan Jokowi, tentunya berpeluang memilih pasangan capres yang diusung Partai Nasdem, Demokrat, dan PKS. Karena itu, pilihan kompak ini bisa jadi tertuju pada Anies Baswedan," katanya.
Karena itu, kata dia, pasangan capres mana yang menang akan ditentukan perbedaan persentase pemilih yang pro status quo dan pro perubahan.
Kalau lebih banyak pemilih yang pro status quo, maka yang berpeluang menang pasangan capres yang diusung KIB atau KKIR atau PDIP.
Sebaliknya, kalau pemilih lebih banyak pro perubahan, maka peluang Anies yang diusung Nasdem, Demokrat, dan PKS yang menang.
"Jadi, kemenangan pasangan capres tidak ditentukan banyak tidaknya partai yang mengusung dan mendukung capres Meskipun Anies diusung hanya tiga partai, namun bila mayoritas rakyat memang menginginkan perubahan, maka peluang menang sangat terbuka," katanya.
Jamil menekankan, kalkulasi itu hanya berlaku bila pelaksana pemilu, seperti KPU dan Bawaslu, bekerja profesional. KPU dan Bawaslu benar-benar menjaga independensinya.
"Namun, kalau KPU dan Bawaslu berpihak kepada pasangan capres tertentu, tentu semua kalkulasi itu tidak berlaku," tegas mantan Dekan FIKOM IISIP Jakarta itu. (*)