RIAUMANDIRI.CO - Beberapa hari ini belakangan ini terjadi pro kontra di masyarakat menyoroti rencana penjualan saham Pertamina Geothermal (PGE) melalui skema penawaran umum perdana (IPO).
Menanggapi hal itu, pengamat energi Mukhtasor meminta Komisi Pemberantasan Korpsi (KPK) segera turun tangan mengusut dugaan kerugian negara secara melawan hukum.
"Ada bau menyengat dugaan kerugian negara yang harus diusut, karena aset negara dari BUMN berubah menjadi aset anak usaha atau cucu usaha BUMN dalam skema holding-subholding. Sementara status cucu BUMN dianggap bukan lagi tergolong BUMN, maka penjualan sahamnya menjadi dimuluskan," kata Guru Besar ITS itu dalam keterangannya, Senin (13/2/2023).
Dikatakan, sebagai perusahaan milik negara, Pertamina memiliki aset-aset yang dikelola oleh perusahaan dengan tatakelola yang diatur oleh negara. Didalam tata kelola tersebut, hak pengawasannya bukan hanya oleh Pemerintah, tetapi juga oleh BPK ataupun DPR sebagai wakil rakyat.
Ketika status suatu aset berpindah dari milik Pertamina menjadi milik entitas baru, yaitu cucu Pertamina seperti PGE, maka aset tersebut berubah menjadi bukan milik BUMN, bukan milik negara. Maka kemudian, BPK dan DPR pun kehilangan jangkauan pengawasan.
"Rakyat tidak bisa lagi mendapat perwakilan dalam urusan itu. Asing menjadi dibolehkan membeli saham perusahaan tersebut tanpa sersetujuan lembaga nergara yang tadinya berwenang. Proses seperti itu merugikan negara. Merugikan rakyat. Itu harus dicegah terjadi. KPK harus turun tangan," kata Anggota Dewan Energi Nasional 2009-2014 itu.
Oleh karena itu Mukhtasor menyerukan kepada KPK agar tidak hanya mencermati proses IPO PGE dan anak-anak usaha BUMN lainnya, tetapi justru harus mencermati proses pemindahan aset-aset negara di dalam BUMN yang berubah menjadi aset-aset anak atau cucu BUMN yang dikategorikan bukan lagi BUMN dalam skema holding-subholding.
Dia mengingsatkan, jangan sampai terjadi proses ilegal. Jangan sampai terjadi kerugian negara karena berpindahnya aset tanpa proses hukum yang benar, dan jangan menghilangkan hak-hak lembaga negara dan perwakilan rakyat.
"KPK juga harus turut mengawasi OJK jika ternyata OJK gegabah menyetujui penjualan saham perusahaan yang didalamnya ada aset ilegal jika proses perolehannya melawan hukum," ujarnya.
Mukhtasor mengingatkan, secara paralel agar Presiden memerintahkan Menteri BUMN, untuk menghentikan proses yang janggal dan berpotensi merugikan negara tersebut. Jangan rakyat dipermainkan. Cegahlah jangan sampai karena ingin menjual aset Pertamina ke fihak asing melalui IPO, lalu aset Pertamina tersebut diputar-putar statusnya melalui rekayasa holding-subholding.
Aset yang tadinya milik negara lalu tiba-tiba berubah menjadi bukan milik negara. Dengan demikian aset tersebut menjadi bisa dilepas pengawasannya oleh lembaga-lembaga negara, dan bebas sebagian sahamnya dijual kepada asing.
"Kita tidak ingin jika negara hukum berubah menjadi negara hukum rimba yang menonjolkan adu kekuatan dan adu kepintaran merugikan rakyat. Kita ingin BUMN dikelola dengan benar dan baik," tegasnya. (*)