RIAUMANDIRI.CO - Sampai saat ini antara pemerintah dan DPR RI belum menyepakati besaran biaya perjalanan ibadah haji (Bipih) 2023. Pemerintah mengusulkan Bipih kisaran Rp69 juta dan DPR RI mengusulkan kisaran Rp50 juta hingga Rp55 juta.
Ketua Komisi VIII DPR Ashabul Kahfi mengatakan Bipih jangan sampai memberatkan masyarakat. Niat suci itu jangan terhalang dengan biaya yang sangat mahal.
"Sebenarnya ini harus dipikirkan Pemerintah, tanpa harus memberatkan masyarakat,” paparnya dalam keterangannya, Senin (6/2/2023).
Menurutnya, kemampuan ekonomi kebanyakan anggota jamaah haji Indonesia yang datang dari berbagai latar belakang profesi itu belum mencukupi apabila pemerintah memutuskan kenaikan Bipih sebesar Rp69 juta.
“Kita tahu kebanyakan yang naik haji dari para petani, nelayan, pedagang kecil, dan buruh yang mempunyai keinginan melaksanakan kewajibannya sebagai umat Islam,” jelasnya.
Menurutnya, nominal biaya haji harus dapat ditekan oleh Pemerintah tanpa mengurangi pelayanan terbaik kepada jamaah haji. “Tugas Pemerintah 'kan sebenarnya seperti itu membuat kebijakan yang memudahkan masyarakat dan pelayanan yang baik,” katanya.
Rencananya pada 14 februari nanti Komisi VIII bersama dengan Pemerintah akan menetapkan Bipih. Menurut Kahfi saat ini masih dalam tahap pengkajian. Namun usulan kisaran Bipih 2023 tersebut harus realistis dan memenuhi harapan calon jamaah haji.
Januari lalu, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas mewacanakan kenaikan biaya haji 2023 reguler dari Rp39,8 juta menjadi Rp69,1 juta. Kontroversi mencuat, setelah otoritas penyelenggara haji kerajaan Arab Saudi, justru mengumumkan penurunan biaya komponen haji pascapandemi.
Pemerintah mengklaim total Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) Tahun 2023 tmencapai Rp93 juta. Jamaah haji reguler menanggung 70 persen atau sekitar Rp69 juta. Sisanya 30 persen disubsidi pemerintah dari tabungan setoran haji.
Biaya perjalanan haji reguler menjadi ranah pemerintah, dan ditetapkan setiap tahun dengan Keputusan Presiden, setelah mendapatkan persetujuan DPR RI, dalam hal ini Komisi VIII DPR-RI. Merujuk tahun-tahun sebelumnya, Kepres diteken Presiden, tiga bulan sebelum pemberangkatan. (*)