Riaumandiri.co- Deputi Pencegahan
dan Monitoring Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Pahala Nainggolan mengatakan
salah satu biang kerok skor Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia tahun 2022
merosot karena tak ada larangan politisi merangkap menjadi pebisnis.
"Politisi, kepala lembaga
dan kepala daerah bisa menjadi pebisnis dan tidak ada aturan conflict of
interest-nya. Sayangnya, tidak ada yang bergerak membuat perbaikannya,"
ujar Pahala melalui keterangan tertulis dikutip Rabu (1/2).
Pahala menyoroti skor indikator
Political Risk Service (PRS) International Country Risk Guide yang turun
signifikan dari tahun lalu 48 menjadi 35. Menurutnya, kondisi itu menunjukkan
para pelaku usaha menghadapi risiko politik dalam berusaha di Indonesia.
"Maka untuk menekan risiko
itu, butuh terobosan dan keinginan untuk bergerak dan berubah bersama-sama
secara masif dengan meninggalkan ego sektoral," katanya.
Pada sektor politik, KPK
memberikan catatan tingginya keterlibatan politisi dalam tindak pidana korupsi.
Salah satu akar masalah adalah pendanaan partai politik.
"Semua orang tahu partai
politik enggak ada sumber uangnya kecuali dari bantuan pemerintah yang sangat
kecil. Setengah mati kita usulkan ayo dong parpolnya kita perkuat.
Pertanyaannya memang ada jaminannya kalau partai kuat enggak ada korupsi? Ya
enggak ada," kata Pahala.
"Tapi kan ada upaya logisnya
kalau partai politik itu kuat baru dikenakan sanksi, kalau dia tidak terbuka
misalnya, baru kita minta pertanggungjawaban untuk kader-kadernya yang duduk di
pemerintahan atau yang duduk di DPR," imbuhnya.
KPK, kata Pahala, mengharapkan
harmonisasi berbagai kebijakan antar-kementerian, lembaga, serta pemerintah
daerah yang tumpang tindih. Hal itu agar pelaksanaan operasional di lapangan
tidak lagi terhambat dan berpeluang menimbulkan potensi terjadinya korupsi.
Pahala mencontohkan dalam
perbaikan tata kelola pelabuhan dan penerapan Online Single Submission (OSS).
"Perbaikan-perbaikan ini
akan memudahkan masyarakat untuk berusaha dan pada akhirnya akan menghidupkan
iklim bisnis yang sehat," kata Pahala.
Lebih lanjut, Pahal menyampaikan pentingnya
penguatan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP). Berdasarkan catatan KPK,
ada empat hal yang harus didorong perbaikan yaitu ketersediaan SDM, kewenangan,
anggaran, dan kompetensi.
Selain itu, kata Pahala, perlu
perbaikan di sektor pengadaan barang/jasa dan perizinan. Data KPK menunjukkan
modus korupsi pengadaan barang/jasa mencapai 277 perkara, sementara perizinan
25 perkara.
"Sekarang yang kita butuhkan
adalah terobosan dan kerja bersama. KPK tidak bisa sendiri, perlu kerja extra
ordinary dari seluruh pihak hingga akhirnya kita bisa yakin CPI [Corruption
Perceptions Index] nantinya bisa kembali meningkat," ujarnya.
Sebelumnya, Transparency
International Indonesia (TII) mengungkapkan IPK Indonesia tahun 2022 berada di
skor 34 atau turun empat poin dari tahun 2021.
Indonesia menempati peringkat 110
dari 180 negara yang dilibatkan. IPK Indonesia tahun 2022 dinilai mengalami
penurunan terburuk sepanjang sejarah reformasi.
"Negara-negara dengan
demokrasi yang berjalan baik itu rata-rata korupsi indeksnya ada di angka 70.
Sebaliknya, negara-negara dengan otokrasi, istilahnya otoriter, itu rata-rata
tingkat korupsinya jauh lebih rendah," kata Deputi Sekretaris Jenderal TII
Wawan Suyatmiko.