Riaumandiri.co- Kasus
meninggalnya mahasiswa Universitas Indonesia akibat ditabrak pensiunan Polri
memasuki babak baru. Kapolda Metro Jaya
Irjen Pol Fadil Imran Tim Gabungan
Pencari Fakta (TGPF) kecelakaan yang merenggut nyawa HAS tersebut.
Namun, pihak keluarga almarhum mengaku skeptis
dengan pembentukan tim gabungan oleh Kapolda Metro Jaya itu. Salah satu kuasa
hukum keluarga korban, Rian Hidayat, malah mempertanyakan tujuan dibentuknya
TGPF kecelakaan yang merenggut nyawa HAS.
HAS tewas usai ditabrak AKBP Pol
(Purn) Eko Setio Budi Wahono (ESBW) di Srengseng Sawah, Jagakarsa Jakarta
Selatan tahun lalu.
"Apa konstruksinya? Apa
komposisinya dan output-nya untuk apa? Karena balik lagi, [Indonesia] ini
negara hukum, di mana prosedur-prosedur hukum harus mengacu pada hukum acara
pidana. Ketika ada tim pencarian fakta, tentunya kami mempertanyakan
bagaimana?" ujar Rian di Bekasi, Senin (30/1).
Pihaknya juga sejauh ini tidak
mengetahui secara detail soal tim yang dibentuk kapolda untuk mengkaji kasus
yang sudah di-SP3 usai HAS yang telah tewas dijadikan tersangka. Selain itu,
pihaknya juga mempertanyakan apa yang akan dihasilkan internal dan eksternal
tim tersebut setelah melalui proses penyidikan.
"Output-nya seperti apa?
Ketika ada tim pencarian fakta, kaitannya dengan hukum acara pidana seperti
apa? Sehingga itu kami masih mempertanyakan. Kami di sini meminta ada penegakan
hukum," tuturnya.
Untuk mewujudkan kepastian hukum,
menurut Rian, ada beberapa hal yang harus dilakukan kepolisian demi mengungkap
fakta sesungguhnya atas kejadian yang menimpa HAS agar kasus tersebut segera
tuntas.
"Pertama, kami pengen banget
ada pemeriksaan ulang, diperiksa lagi. Kedua, terhadap dugaan dugaan apabila
ada pelanggaran etika tolong pada bapak Kapolri dan bapak Kapolda ini dapat
ditindaklanjuti," kata dia.
Di sisi lain, Ibunda HAS, Dwi
Syafiera Putri menegaskan hanya ingin bertemu Eko di pengadilan meski sempat dimediasi
oleh pihak kepolisian.
"Saya enggak mau
dipertemukan. Memang polisi punya inisiatif untuk mempertemukan kami, akan
tetapi saya enggak mau. Saya mau saja bertemu, akan tetapi di pengadilan,"
ujar Ira.
Dirinya enggan berdamai dengan
mudah lantaran nyawa anaknya sudah hilang. Oleh sebab itu, dirinya menempuh
jalur hukum untuk mendapat keadilan.
"Karena buat kami, sudah ada
satu nyawa yang hilang, yakni nyawa anak kami. Nyawa mana yang bisa diganti
dengan barang maupun uang?" ujar Ira.
Ira juga mengaku enggan membalas
nyawa Hasya dengan nyawa pelaku. Akan tetapi, dia ingin proses hukum yang adil
untuk buah hati tercinta.
"Meskipun tidak nyawa dibalas nyawa, kita di negara hukum. Kami taati semua prosedur hukum tetapi justru hukum tersebut menyerang kami degan menetapkan anak kami sebagai tersangka," kata dia.