RIAUMANDIRI.CO - Wakil Ketua Komisi II DPR Yanuar Prihatin menilai sistem pemilu proporsional tertutup akan berpotensi menutup kompetisi antar sesama kader dalam satu partai.
Karena itu ia berpandangan bahwa sistem itu, berbeda dengan sistem pemilu proporsional terbuka, berpeluang menghidupkan oligarki dalam tubuh partai politik.
"Bagi partai politik yang punya tradisi komando yang kuat dan sedikit otoriter, sistem pemilu proposional tertutup ini lebih disukai," ujar Yanuar dalam keterangannya, Rabu (4/1/2023). Sistem seperti itu, lanjutnya, menjadi peluang karir terbesar untuk kader partai politik dengan karakter tersebut. Di sisi lain, sistem proporsional tertutup itu juga dinilai akan menghidupkan oligarki di dalam partai di masa lalu itu. Oligarki politik relatif mendapatkan hambatan untuk tumbuh melalui sistem proporsional terbuka.
"Selain tertutupnya kompetisi antara sesama kader, juga melahirkan para politisi yang lebih mengakar ke atas daripada ke bawah," tambahnya.
Politisi PKB ini khawatir, sistem proporsional tertutup juga dimanfaatkan oleh kader partai politik yang berjiwa oportunis, elitis dan tidak mampu berkomunikasi dengan publik.
Jika ada pihak yang mengusulkan sistem proporsional tertutup, maka menurut Yanuar, mereka ingin membawa musibah dan kecelakaan dalam demokrasi. Apalagi, jika Mahkamah Konstitusi (MK) turut melegalisasi sistem tertutup tersebut.
Oleh karena itu, ia meminta tidak ada satu pihak pun yang bermain-main dengan sistem kepemiluan yang sudah ada di Indonesia.
Ia tak ingin kegairahan dan partisipasi politik rakyat yang sudah terjadi melalui sistem pemilu proporsional terbuka, hilang karena sistem pemilu tertutup.
"Kita semua sudah berinvestasi besar untuk menumbuhkan kegairahan dan partisipasi politik rakyat, memperkuat hubungan timbal balik antara rakyat dan wakilnya, serta membangun budaya kompetisi yang masih terukur," jelasnya.
Sebagaimana diketahui, belakangan, muncul wacana mengembalikan sistem proporsional tertutup untuk pemilihan legislatif (pileg). Lebih tepatnya ketika ada beberapa pihak yang mengajukan judicial review atau uji materi UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu terkait sistem proporsional terbuka ke MK.
Gugatan uji materi terhadap sistem pemilu itu teregistrasi dengan nomor perkara 114/PUU-XX/2022. Adapun penggugat itu adalah Demas Brian Wicaksono (pemohon I), Yuwono Pintadi (pemohon II), Fahrurrozi (pemohon III), Ibnu Rachman Jaya (pemohon IV), Riyanto (pemohon V), dan Nono Marijono (pemohon VI). (*)