PEKANBARU (HR)- Mansur Damanik (56) salah seorang warga Desa Kesumbu Ampai Sebangar, Kecamatn Mandau, Kabupaten Bengkalis menggugat PT Chevron Pacific Indonesia Rp9,2 miliar ke Pengadilan Negeri Bengkalis. Pasalnya, diduga akibat kegiatan PT CPI tanah seluas 8 hektare yang merupakan lahan kelapa sawitnya rusak akibat lumpur yang dikeluarkan dari galian. Namun piham PT CPI membantah hal itu.
Saat dijumpai Haluan Riau, belum lama ini, penggugat Mansur Damanik melalui kuasa hukum Artion menyatakan, akibat galian tersebut menimbulkan keluarnya limbah lumpur diduga beracun bagi tanaman sehingga dapat mengalami kerusakan dan gatal-gatal pada kulit manusia.
"Tanaman sawit klien kita sudah 8 tahun ditanam seluas 13 hektare. Selama ini tidak pernah mengalami banjir lumpur. Namun setelah adanya galian PT CPI di sebelah lahan klien kami, 8 hektare tanaman sawit klien kami menjadi rusak," ujar Artion, Jumat (1/5).
Lebih lanjut Artion menyebutkan, dari keterangan warga, bekas galian PT CPI menghasilkan limbah berupa lumpur yang mengakibatkan tangan gatal kalau menyentuhnya.
Permasalahan kliennya tersebut dengan PT CPI, kata Artion, sudah pernah dilakukan upaya damai dengan perangkat Desa Sebangar melalui ketua RT dan RW, namun mediasi tersebut gagal karena PT CPI tidak memberikan ganti rugi.
"Untuk itu, kami menggugat PT CPI agar membayar ganti rugi materil klien kami ditaksir sekitar Rp 4.270.500.000, dan kerugian immaterill sebesar Rp 5 miliar," pungkas Artion.
Membantah
Terpisah, Manajer Humas Chevron Tiva Permata membantah jika lahan sawit Mansur itu rusak karena galian pekerjaan PT CPI. Dia meyakini kalau kegiatan yang dilakukan perusahaannya tersebut bukanlah perbuatan melawan hukum terhadap pihak penggugat. Permasalahan tersebut bermula saat PT CPI bermaksud memenuhi kebutuhannya akan tanah timbun.
"PT CPI melakukan perjanjian pengambilan tanah timbun dengan pemilik tanah. Saat itu, PT CPI diberi izin mengambil tanah timbun dalam volume tertentu dan dalam jangka waktu tertentu," jelas Tiva.
Sesuai perjanjian dengan pemilik tanah, sebut Tiva, PT CPI pernah mengambil tanah timbun di Desa Kesumbu Ampai yang berbatasan dengan tanah penggugat.
"Dan kegiatan itu telah berakhir pada tahun 2005," tegasnya.
Sebagai perusahaan yang sangat peduli terhadap keselamatan, sebut Tiva, PT CPI telah melakukan revegetasi sebelum meninggalkan lokasi pengambilan tanah timbun. Selain itu, pengambilan tanah timbun juga selalu dilakukan dalam batas-batas tanah sesuai dengan surat tanah yang disahkan aparat setempat.
"Oleh karena itu, klaim penggugat yang mengatakan adanya banjir lumpur di tahun 2010 dan 2011 hampir dipastikan bukan karena pekerjaan yang dilakukan CPI yang selesai di tahun 2005," pungkas Tiva.(dod)