RIAUMANDIRI.CO- Perkembangan tekhnologi yang semakin pesat dimanfaatkan oleh para koruptor untuk menyembunyikan hasil korupsinya. Hal ini disampaikan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui Juru Bicara Penindakan dan Kelembagaan KPK Ali Fikri. Pihaknya mengapresiasi temuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Hasil Keuangan (PPATK) yang mengungkap para koruptor menyembunyikan uang hasil korupsi lewat pasar modal dan valuta asing.
Menurut Ali, KPK juga pernah mengusut modus korupsi yang sama dengan temuan PPATK. Kasus tersebut adalah tindak pidana pencucian uang (TPPU) mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, Nazaruddin yang membeli saham PT Garuda Indonesia pada 2012.
“Ini membuktikan modus korupsi juga bermetamorfosis ke arah yang semakin canggih seiring kemajuan teknologi dan Informasi,” kata Ali dalam pesan tertulisnya kepada wartawan, Kamis (29/12/2022). Merespons modus TPPU yang semakin canggih, ia mengatakan, KPK meningkatkan kompetensi para penyelidik, penyidik, dan penuntut umum.
Pada 2022 ini, kata Jaksa tersebut, KPK menggelar latihan bersama United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC). Adapun materinya terkait penelusuran, penggeledahan dan penyitaan mata uang kripto. Sejumlah pegawai PPATK, Penyidik Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Kejaksaan Agung dan Direktorat Tipikor Bareskrim Polri, serta Jaksa pada Pusat Pelatihan Aset (PPA) Kejaksaan Agung juga mengikuti pelatihan tersebut.
“Ini sebagai komitmen bersama para APH (aparat penegak hukum) di Indonesia merespon perkembangan modus korupsi yang semakin canggih,” ujarnya.
KPK memahami industri aset virtual bertumbuh dengan sangat cepat. Industri ini tidak hanya mencakup cryptocurrency seperti bitcoin dan ethereum melainkan aset digital lainnya seperti token non fungible (NFT).
KPK Catat Peningkatan Penyampaian LHKPN di 2022, Jadi 98,24 Persen Pihaknya memandang, APH harus mengantisipasi dan memitigasi peluang TPPU yang menggunakan aset virtual pada masa mendatang. “Pemerintah harus segera bersiap untuk memiliki instrumen dan sumber daya yang mumpuni guna memulihkan aset digital terlarang, khususnya dari tindak pidana korupsi ini,” ujar Ali.
Terkait hal hal ini, KPK telah memiliki Laboratorium Barang Bukti Elektronik (LBBE). Laboratorium itu sempat dipamerkan pada peringatan Hari Anti Korupsi Sedunia (Hakordia) 9 Desember lalu.
Saat itu, KPK memamerkan sejumlah perangkat keras yang digunakan penyidik untuk memeriksa barang bukti elektronik berikut sertifikasi para pegawainya. Lebih lanjut, Ali menyatakan, KPK akan terus bekerjasama dengan PATK untuk melakukan asset recovery. “Untuk memulihkan keuangan negara,” ujarnya.
Sebelumnya, Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana mengungkapkan risiko TPPU di Indonesia masih didominasi tindak pidana korupsi. Menurut Ivan, sepanjang tahun ini, pihaknya telah menemukan jumlah transaksi keuangan dengan nominal mencapai Rp 81.313.833.664 (Rp 81 triliun).
Temuan itu mengacu pada 275 Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan (LKTM).
Ivan menuturkan, para pelaku TPPU menggunakan berbagai modus untuk menyembunyikan hasil kejahatan mereka. “Banyak nominal masuk kepada instrumen pasar modal dan juga terjadinya penukaran valuta asing,” kata Ivan dalam konferensi pers, Rabu (28/12/2022) malam.**