RIAUMANDIRI.CO - Pengamat politik Hendri Satrio menyebut hasil survei tidak menjadi penentu dalam pencalonan Ganjar Pranowo oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P). Begitu juga sikap Golkar juga tidak akan jauh berbeda.
"Belum tentu, selama ini Ibu Mega kalau mendukung calon tidak pernah berdasarkan hasil survei, tapi berdasarkan keinginan atau penilaian ideologi," tegas Hendri Satrio yang akrab disapa Hensat itu di Jakarta, Selasa (27/12/2022).
Charta Politika Indonesia merilis hasil survei terkait calon presiden (capres) 2024. Dalam survei tersebut, pemilih PDIP, Golkar, dan PPP dominan mendukung Ganjar Pranowo sebagai presiden. Sebanyak 68,3 persen pemilih PDIP mendukung Ganjar. Disusul pemilih Golkar 37,3 persen dan pemilih PPP 27,8 persen juga mendukung mantan anggota DPR RI itu.
Hensat, pendiri Lembaga Survei KedaiKOPI itu juga menyoroti Partai Golkar yang sudah mencalonkan Ketumnya Airlangga Hartarto dalam Pemilu 2024. Sebagai ketua umum, Airlangga dinilai bisa mengambil keputusan terkait posisi capres di Golkar.
"Golkar kan inginnya ketumnya Airlangga Hartarto yang maju. Karena dia ketum, dia bisa memutuskan. Apakah akan dikasih ke Ganjar Pranowo? Ya saya tidak tahu," ujarnya.
Dalam penilaian Hensat, Partai Golkar solid dalam mendukung Airlangga Hartarto sebagai capres. "Solid kok. Jadi, kecil kemungkinan Golkar akan mencalonkan Ganjar. Dan, ketika Golkar jadi mengajukan Ganjar dalam Pilpres 2024, maka akan berhadapan dengan PDIP," ungkapnya.
"Kan kalau Airlangga kasih ke Ganjar Pranowo, kan berarti menantang Ibu Mega. Memang mau Golkar berurusan dengan PDIP? Mau Airlangga berurusan sama Ibu Mega? Saya rasa tidak," pungkasnya.
Sementara itu, pengamat politik dari Universitas Trunojoyo Madura Surokim Abdussalam menilai hasil survei tersebut pasti akan menjadi bahan pertimbangan partai politik dalam menentukan calon presiden (capres) yang akan didukung pada Pemilu 2024. Di sisi lain, dinamika bursa capres masih akan terus bergejolak.
"Sejauh ini memang PDIP belum mengumumkan siapa yang bakal direkomendasikan oleh Ibu Mega. Baru Golkar yang memperjuangkan ketumnya, Airlangga. Tapi dinamika politik ke depan masih dinamis. Tarik-ulurnya masih tinggi," tambahnya.
Menurut Surokim, semua partai dalam kontes pemilu akan berharap kemenangan. Dalam kerangka itu, semua partai akan realistis dengan memberikan dukungan pada calon yang berpotensi besar untuk menang.
"Mereka masih menunggu semuanya. Prediksi saya menunggu Juli baru akan mengerucut. Situasi sekarang, partai masih mempertimbangkan banyak hal. Semua ingin posisi terbaik," ujarnya.
Koalisi KIB dan PDIP
Surokim menambahkan partai juga tidak hanya mempertimbangan keaslian kader. Saat ini, partai politik tengah melakukan pendeteksian terkait suara arus bawah, sehingga hasil survei akan menjadi pertimbangan. Menurutnya, dalam pemilu langsung, kandidasi memang dilakukan oleh parpol, namun hasil akhir ditentukan oleh para pemilih Indonesia.
"Itu akan menjadi pertimbangan dalam kandidasi parpol; apakah di PDIP atau KIB," jelas peneliti senior Surabaya Survey Center (SSC) itu.
Surokim menilai ada peluang besar terjadinya koalisi antara KIB dan PDIP. Hal itu dilandasi dengan analisa terkait keberadaan Presiden Joko Widodo yang berpeluang memainkan peran utama dalam koalisi tersebut. "Kalau variabel Presiden Jokowi dimainkan, maka peluangnya akan besar," katanya.
Surokim menilai, Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) mempunyai kader yang saat ini duduk sebagai menteri dalam pemerintahan Jokowi. Sehingga terbuka kemungkinan koalisi antara PDIP dan KIB.
"Ada variabel antara keduanya. Jadi menurut saya, KIB itu bukan hanya kesepakatan Golkar, PPP, dan PAN, tapi mereka juga ada 'konsultasi' dengan Presiden Jokowi. Inilah yang akan menjembatani dengan PDIP," pungkasnya. (*)