RIAUMANDIRI.CO - Sejak awal kick off, gelaran piala dunia menuai beberapa kontroversi, di antaranya adalah larangan kampanye tentang lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT). Tuan rumah piala dunia Qatar telah melarang penggunaan simbol LGBT, termasuk ban bercorak pelangi OneLove.
Hal ini mendapatkan kecamanan dari berbagai negara, utamanya dari negara-negara di belahan Eropa. Mereka menganggap tuan rumah piala dunia tak siap sebagai penyelenggara sepak bola global dan menuduh tak punya rasa toleransi.
Menanggapi kontroversi itu, Senator atau anggota DPD RI Hilmy Muhammad mendukung sikap Qatar yang tetap menjaga kedaulatan hukum di negaranya.
Ia menilai bahwa setiap orang yang datang ke suatu negara, sudah semestinya menghormati hukum di negara tersebut. Terlebih peserta piala dunia adalah delegasi resmi dari setiap negara yang hadir.
“Sikap Qatar sangat tegas dan harus didukung. Tidak ada kehormatan bagi suatu negara kecuali mempertahankan kedaulatannya, termasuk dalam wilayah hukum. Itu tidak boleh diintervensi. Kalau hukum di sana melarang LGBT, siapa pun yang datang sebagai tamu harus mau menghormatinya. Terlebih sebagai delegasi resmi negara, peserta piala dunia semestinya menghormati hukum yang berlaku di Qatar,” kata Gus Hilmy, dalam pernyataan tertulisnya, Kamis (24/11/2022).
Lebih lanjut, Gus Hilmy mengatakan bahwa sikap menyerang Qatar dengan mengatakan intoleran perlu disayangkan. Menurutnya, intoleran diterapkan pada konteks ideologi, bukan pada hukum suatu negara.
“Hukum itu kan pedoman, yang melanggar akan dihukum. Berbeda dengan ideologi atau pemikiran, yang bisa saja setiap orang berbeda-beda, meskipun masih dalam satu wilayah hukum. Tidak mau menerima atau menghormati pendapat orang lain bisa disebut intoleran. Namun ketika ideologi itu telah dijadikan hukum, semua orang dalam satu wilayah hukum atau negara itu harus patuh, termasuk pendatang atau tamu. Justru yang tidak menghormati hukum suatu negara itulah yang intoleran,” tegasnya.
Gus Hilmy mencontohkan kasus WNA yang dihukum karena terlibat dalam pengedaran ganja. Di negara asal WNA tersebut, ganja memang sudah dilegalkan, tetapi ketika masuk ke Indonesia, maka ia berhadap dengan hukum di negara ini. (*)