RIAUMANDIRI.CO - Pengurus Nasional Persatuan Perangkat Desa Indonesia (DPN PPDI) mengadu ke Komisi II DPR RI, Senin (7/11/2022). Mereka berharap ada konsistensi regulasi mulai dari tingkat lokal sampai nasional.
“Ada beberapa aspirasi yang disampaikan. Pada intinya yang saya tangkap, mereka berharap adanya konsistensi peraturan, ada undang-undang, ada peraturan gubernur atau peraturan bupati yang satu sama lain tidak sejalan,” ujar Anggota Komisi II DPR RI Ongku P. Hasibuan, di ruang rapat Komisi II DPR RI.
Peraturan yang tidak sejalan itu, lanjut Ongku, diantaranya terkait batas usia atau masa kerja perangkat desa dimana dalam Undang-undang No.6 tahun 2014 tentang Desa dikatakan bahwa perangkat desa diberhentikan saat usia 60 tahun. Namun kenyataannya, kepala daerah tidak jarang membuat aturan memberhentikan perangkat desa sebelum usia 60 tahun.
Hal ini tentu, sebuah kondisi yang inkonsisten diantara aturan-aturan yang ada. Dari sana PPDI ini berharap agar ada sebuah mekanisme pengawasan terkait hal tersebut. Sehingga kewenangan desa tidak habis karena kebijakan pemerintah daerah yang cenderung melemahkan desa.
Dilanjutkan oleh Politisi Fraksi Partai Demokrat itu, aspirasi lain yang disampaikan oleh DPN PPDI adalah terkait kesejahteraan perangkat desa. Di mana mereka menganggap gaji termasuk minim. Oleh karenanya tetap ada Bengkok (sebutan sejenis lainnya) untuk kepala desa, dan perangkat desa melekat pada jabatan sesuai azas rekognisi.
Karena menurut mereka, Bengkok adalah alat sosial kemasyarakatan bagi kepala desa dan perangkat desa. Mereka juga berharap agar perangkat desa yang pensiun, jaminan kesehatannya tetap dilangsungkan lewat BPJS Kesehatan.
“Terkait aspirasi tersebut, kami, Komisi II DPR RI akan mendiskusikan atau membicarakannya kepada pihak terkait yang notabene sebagai mitra kerja kami di Komisi II DPR RI, salah satunya dengan Kementerian Dalam Negeri,” pungkasnya. (*)