RIAUMANDIRI.CO - Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto mendesak Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengaudit kebenaran data penerimaan negara dari program hilirisasi nikel.
Sebab, Mulyanto merasa klaim Pemerintah terjadi kenaikan penerimaan negara dari Rp15 triliun menjadi Rp350 triliun sangat janggal dan meragukan. Ia menduga angka tersebut bukan penerimaan negara melainkan total nilai ekspor nikel oleh perusahaan smelter asing yang ada di Indonesia.
"BPK harus dapat memastikan berapa nilai penerimaan negara sebenarnya dari program hilirisasi nikel. Sebab angka yang disampaikan Pemerintah terlalu bombastis dan tidak masuk akal," kata Mulyanto.
Mulyanto juga minta Pemerintah transparan dan dapat menjelaskan besarnya penerimaan negara dari hilirisasi nikel agar masyarakat tidak salah tafsir.
Ia minta Pemerintah jangan main-main soal akurasi data penerimaan negara ini. Sebab angka ini akan mempengaruhi laporan keuangan negara.
"Jangan-jangan angka itu bukan penerimaan negara namun sekedar angka ekspor nikel yang dilakukan oleh industri smelter asing. Keuntungannya terutama dinikmati oleh investor smelter tersebut. Dan sama sekali, bukan merupakan penerimaan negara. Ini kan beda jauh tafsirnya," ujar Mulyanto.
Mulyanto menambahkan Pemerintah perlu menjelaskan soal ini secara gamblang. Dari sumber apa penerimaan negara tersebut berasal. Karena, selama ini industri smelter bebas dari pajak ekspor atau bea keluar. Penerapan pajak ekspor produk hilirisasi nikel setengah jadi (NPI) akan berlaku pada tahun 2022. Itu pun baru rencana.
"Sementara mereka juga mendapat insentif pembebasan pajak atau tax holiday (pph badan) selama 25 tahun. Tidak pula membayar pajak pertambahan nilai (ppn).
Dan karena tidak menambang dan hanya membeli ore dari penambang dengan harga murah, maka industri smelter tidak membayar royalti tambang sepeserpun," kata Mulyanto.
"Pekerja yang didatangkan dari luar negeri ditengarai tidak menggunakan visa pekerja, melainkan berstatus turis, bahkan dihebohkan merupakan tenaga kerja kasar. Hal ini kembali menggerus penerimaan negara.
Jangan-jangan dengan fasilitas insentif fiskal dan non-fiskal yang super mewah untuk program hilirisasi nikel yang ada ini malah merugikan kas keuangan negara," ulas Mulyanto.
Karena itu PKS mendesak Pemerintah melakukan evaluasi komprehensif program hilirisasi nikel ini sebelum berlanjut pada hilirisasi tambang lainnya seperti timah dan bauksit.
"Harus clear dahulu road map tahapan industri dan produk hilirisasinya, sehingga diharapkan benar-benar tumbuh industri dengan nilai tambah tinggi dan dengan multiflier effect yang besar bagi masyarakat. Jangan sekedar hilirisasi yang menjadi subordinat proses industrialisasi di Cina, yang mengeskpor produk setengah jadi dengan nilai tambah rendah," tandas Mulyanto.
Untuk diketahui Presiden Joko Widodo (Jokowi) kembali menyampaikan dalam Peresmian Pembukaan Investor Daily Summit 2022, Selasa (11/10/2022), bahwa hilirisasi industri mampu meningkatkan hasil ekspor Indonesia.
Dia mencontohkan, nilai ekspor komoditas nikel bertambah dari Rp15 triliun menjadi Rp360 triliun setelah proses hilirisasi.
Menurutnya RI ketiban durian runtuh hingga mencapai Rp360 triliun melalui hilirisasi nikel menjadi barang bernilai tambah.
Oleh karena itu, untuk mengulang kesuksesan pelarangan ekspor nikel. Kelak, Presiden Jokowi juga akan melarang kegiatan ekspor timah, bauksit hingga tembaga. (*)