RIAUMANDIRI.CO - Direktur Eksekutif Indonesian Presidential Studies (IPS) Nyarwi Ahmad mengatakan, dinamika politik dalam tubuh Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) masih sangat longgar dan dinamis.
Namun dia menyarankan KIB bisa melakukan konvensi atau mencalonkan sosok dari kalangan sendiri.
“Kenapa KIB tidak adakan konvensi mencari capres cawapres potensial? Bisa menjaring atau menentukan sosok capres yang menjadi daya tarik. Ini menjadi apa yang ditawarkan KIB. Entah dari salah satu ketua partai, misalnya Pak Airlangga," kata Nyarwi, Rabu (5/10/2022).
Tiga parpol anggota KIB, yaitu Partai Golkar, PPP dan PAN tengah intensif melakukan pendekatan ke sejumlah partai. Wakil Ketua DPP PPP Arsul Sani mengatakan, pihaknya akan mengevaluasi keberadaan PPP di koalisi dan terbaru, mengajak Demokrat bergabung ke KIB.
“Kecenderungannya, apa daya tarik KIB sehingga Demokrat atau partai lain mau bergabung. Kalau dilihat KIB kan cukup solid, cukup untuk mengusung kandidasi pasangan capres cawapres, memenuhi kriteria presidential threshold," tutur Nyarwi.
Namun Nyarwi menegaskan, dalam berkoalisi tentu partai akan mempertimbangkan keuntungan apa yang akan mereka dapatkan dalam berkoalisi. Demikian juga menemukan kecocokan untuk sosok capres dan cawapres potensial dengan mereka.
“Peluang koalisi KIB ini ditengah perkembangan kandidasi capres sangat dinamis, masih sangat longgar, pasti ada dinamika dalam masing-masing partai apakah akan bertahan di KIB atau mulai memikirkan koalisi yang sudah ada,“ ungkap Nyarwi.
Internal PPP
Sementara itu, Direktur Eksekutif Institute for Democracy and Strategic Affairs (Indostrategic) A. Khoirul Umam menyatakan sikap PPP yang mulai tidak solid sejak Suharso dicopot dari kursi ketua umum partai.
"Itu mengindikasikan kegalauan akut di internal PPP. Kegalauan itu tidak lepas dari dinamika politik internal partainya, yang melibatkan tarik ulur kepentingan, baik kepentingan yang berasal dari internal maupun eksternal partai," katanya.
Untuk itu, Umam menyarankan agar PPP segera merapatkan barisan untuk memitigasi kegalauan tersebut. Seluruh elemen PPP seharusnya duduk bersama guna mengonsolidasikan kekuatan dan menyatukan cara pandang, agar tidak salah melangkah dalam menentukan koalisi ke depan. Pasalnya, ketika dibiarkan berlarut, maka PPP berpotensi semakin terbelah dan kehilangan suara di basis elektoral.
"PPP harus ingat, kesalahan menentukan pilihan koalisi membuatnya mengalami split ticket voting yang berdampak signifikan terhadap terdegradasinya suara PPP di sejumlah basis wilayah utamanya, di Jawa Tengah dan Jawa Timur," pungkasnya. (*)