RIAUMANDIRI.CO - Anggota Komisi X DPR RI Ferdiansyah menilai ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadi pungutan liar (pungli) di sekolah.
"Seperti ketidakpenuhan informasi, tidak ada transparansi dan pengelolaan dana yang akuntabel," katanya merespons isu pungli yang terjadi belakangan di sejumlah sekolah negeri.
Seharusnya menurut dia, pihak sekolah termasuk masyarakat harus bertanya. Misalnya, bantuan operasional sekolah atau BOS di sekolah itu diterimanya untuk berapa murid. Karena bisa saja tidak seluruh murid.
"Berdasarkan konstitusi kita dan juga diperjelas dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, utamanya untuk wajib belajar 9 tahun dibiayai oleh negara berupa BOS,” ujar Ferdi.
Terkait besaran BOS yang diberikan kepada sekolah, dirinya menemukan fakta di lapangan bahwa dana tersebut tidaklah cukup.
Dirinya mendesak Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) untuk kembali membuat unit cost operational yang sesungguhnya untuk jenjang SD, SMP, SMA. SMK. Namun hingga kini belum diresponn.
“Sehingga apa? Ketika kita mendapatkan BOS dan masyarakat tahu, misalnya untuk SD (sebesar) Rp2,5 juta dibantu Rp500 ribu, berarti masih kurang Rp2 juta. Nah sumber pendanaannya bagaimana?” tanya politisi Partai Golkar tersebut.
Ferdi menerangkan, dalam UU Sisdiknas yang masih existing disebutkan sumber pendanaan dari APBN, APBD Provinsi atau APBD Kabupaten/Kota, dan ketiga dari masyarakat.
Menurutnya, terkait pendanaan ini perlu transparansi dan inilah hal yang perlu dilakukan sekolah. Penyelenggara pendidikan harus jelaskan berapa unit cost di tempat tersebut.
Kemudian berapa bantuan yang diperoleh, bukan saja hanya BOS, tapi jugs PIP atau Program Indonesia Pintar yang bentuknya Kartu Indonesia Pintar, berapa sekolah dapat dari sekian banyak siswa.
Dengan adanya transparansi terkait pemanfaatan dana, menurutnya hal itu tentu akan lebih bisa diterima masyarakat.
Meski demikian, ia menilai perlu ada target-target yang dicapai sebagai bentuk komitmen dari kesepakatan itu.
Terkait pengawasan bersama dari masyarakat, menurutnya harus ada dan tidak boleh tiada. Sebab, agar masyarakat dapat memahami secara lengkap darimana dana pendidikan berasal, apakah dari APBN, APBD Provinsi, atau Kabupaten/Kota serta kekurangannya.
“Saya bilang tirulah seperti masjid-masjid yang membuat ataupun lembaga-lembaga pendidikan, lembaga-lembaga pendidikan agama yang membuat pengumuman penggunaan dari dana, baik itu yang penerimaan maupun pengeluaran,” lanjutnya.
Dirinya jugamengingatkan Kemendikbud ristek sebagai mitra kerap kali jarang berkomunikasi dengan Komisi X DPR RI tentang bantuan-bantuan yang turun dan tidak hanya berbicara soal pungli. Menurutnya perlu ditelusuri bersama penyebabnya.
“Nah kan harus (pupuk) kepedulian masyarakat menanyakan sumbernya dari mana dan juga pemerintah, dalam Kemendikbudristek, juga harus mensosialisasikan dan harus mengajak dewan, jadi kita tahu apa yang kita awasi. Nah selama ini saya anggap Kemendikbudristek sangat kuat mengajak dewan untuk juga turun bersama-sama,” tutup Ferdi. (*)