RIAUMANDIRI.CO - Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia menegaskan, tidak semua masyarakat saat ini berwajah pragmatis seperti sebagian politisi sekarang.
Justru masyarakat yang memiliki idealisme jauh lebih banyak ketimbang pragmatis. Bahkan mereka siap berkorban untuk mendukung partai yang membawa narasi perubahan seperti Partai Gelora.
"Saya melihat, bahwa masyarakat kita tidak punya satu wajah, yaitu wajah pragmatis. Dan tidak seluruh masyarakat, seluruhnya pragmatis," kata Anis Matta dalam Gelora Talk bertajuk 'Peluang Partai Baru Pada Pemilu 2024: Narasi Vs Pragmatisme', Rabu (10/8/2022) petang.
Menurut Anis Matta, masyarakat sebenarnya menantikan orang-orang atau partai politik (parpol) yang membawa narasi perubahan di tengah krisis berlarut akibat ketidakpastian situasi global.
"Masyarakat kita sebenarnya menantikan orang-orang yang membawa narasi, bahkan siap berkorban untuk membantu mereka-mereka yang seperti ini," katanya.
Sebagai partai baru, kata Anis Matta, Partai Gelora kerap mendapatkan pertanyaan fulusnya dari mana? untuk biaya operasional partainya.
Pertanyaan itu datang dari berbagai pihak, tidak hanya masyarakat, tetapi juga dari para pengamat yang se-akan tidak memberikan ruang pada idealisme.
"Kita terus didera pertanyaan itu di lapangan, karena dibenak mereka ini nasi, bukan narasi. Tetapi berdasarkan pengalaman pribadi saya ketika bertemu dengan masyarakat, ternyata yang penting itu narasi, bukan nasi," ungkap Anis Matta.
Artinya, tantangan dalam menghadapi pragmatisme masyarakat tersebut, bisa dilewati. Partai Gelora, lanjutnya, memiliki banyak cara untuk mengatasi pragmatisme masyarakat.
"Kita punya banyak cara idealisme untuk mensiasati keterbatasan sumber daya dengan adanya idealisme narasi yang kita bawa, terutama ketika kita berhadapan dengan pragmatisme masyarakat," ujarnya.
Karena itu, berdasarkan pengalaman pribadi, Anis Matta berpandangan bahwa antara 'nasi dan narasi' sebenarnya tidak perlu dipertentangkan, karena pada mulanya politik itu industri pemikiran.
"Itu yang saya percaya sejak awal, sampai sekarang. Dan Partai Gelora, adalah partai yang akan memimpin gelombang perubahan yang akan mengubah pragmatisme masyarakat," tegas Anis Matta.
Hal senada disampaikan Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bapilu) Partai Kebangkitan Nusantara (PKN) Bona Simanjuntak. Menurut Bona, sebagai partai baru, PKN perlu memperkenalkan dirinya melalui narasi.
PKN, kata Bona, memiliki narasi nusantara dalam pembangunan dengan menggerakkan semangat kedaerahan. Sebab, politik itu juga dibangun diatas narasi-narasi masing-masing.
Seperti Orde Lama dibangun narasi nasionalisme, Orde Baru dengan narasinya pembangunan, serta Orde Reformasi dibangun dengan narasi liberalisme dan kapitalisme.
"Reformasi sudah tidak sesuai cita-cita, karena reformasi lebih membangun sektoral kapital. Makanya PKN bangun lagi narasi nusantara kembali," kata Bona Simanjutak.
Sedangkan Direktur Eksekutif Lembaga Survei Median Rico Marbun mengatakan, kondisi krisis global saat ini memberikan peluang partai baru menjadi pilihan. Khususnya di tengah masyarakat yang merasakan kesulitan ekonomi.
"Harapan hadirnya perubahan baru sangat dinantikan masyarakat. Seperti kontrak rumah, yang bisa diisi orang berbeda-beda dalam lima tahunan. Wadahnya sama, namun penghuninya bisa bergantian," kata Rico Marbun.
Ketua Bapilu Partai Gelora ini mengatakan, partai-partai yang mengedepankan pragmatisme masyarakat, ternyata gagal dalam menjamin kemenangan dalam beberapa Pemilu terakhir.
Apalagi kondisi sekarang ini, menurut Rico Marbun, banyak memberikan tekanan kepada masyarakat, sehingga hal ini menjadi peluang bagi partai baru untuk melakukan perubahan.
"Masyarakat menurut survei, merasakan tekanan adanya krisis. Muncul perasaan marah, gundah, buruk yang dirasakan mayoritas publik. Adaya keresahan yang membutuhkan suasana baru," terangnya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Lembaga Survei Indobarometer Muhammad Qodari berpendapat, perlunya relasi antara parpol dan masyarakat, terlebih dalam situasi sekarang.
Relasi antara parpol dengan pemilih, kata Qodari, seperti produk dengan konsumennya. Dimana setiap produk memiliki karakter yang cocok bagi konsumen tertentu.
Sehingga, susah membayangkan ada parpol yang cocok dengan semua pemilih.
"Sebab, kata kunci untuk mendapatkan suara pemilih bukan pada gagasan, melainkan relasi antara penyampai gagasan dengan pemilih," Qodari.
Di mana parpol pemilik suara terbesar adalah yang memiliki relasi terbanyak dengan pemilih. Sehingga, tokoh nasional, tokoh lokal dan kader parpol harus mampu membangun relasi. (*)