RIAUMANDIRI.CO - Kepolisian Daerah (Polda) Riau tak kunjung menetapkan tersangka dugaan korupsi SPPD fiktif di Sekretariat DPRD Kabupaten Rokan Hilir (Rohil).
Belum diperoleh hasil perhitungan kerugian negara, menjadi dalih penyidik belum menetapkan tersangka dalam perkara tersebut.
Perkara ini ditangani penyidik pada Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Riau sejak 2018 lalu, dan telah masuk ke tahap penyidikan pada 6 Mei 2021.
Hal itu dipastikan setelah penyidik menemukan peristiwa pidana serta bukti permulaan yang cukup.
Penyidik kemudian mengirimkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) ke Kejaksaan pada 31 Mei 2021. Atas hal itu, ditunjuklah beberapa orang Jaksa yang bertugas mengikut perkembangan penyidikan yang dilakukan polisi.
Proses penyidikan pun dimulai dengan melakukan pemeriksaan saksi-saksi dan pengumpulan alat bukti. Beberapa bulan berjalan, Penyidik tak ada menyampaikan perkembangan penyidikan kepada Jaksa Penelit
Lalu, pada 2 November 2021, Jaksa Peneliti menanyakan perkembangan perkara dengan mengirimkan Surat P.17. Selanjutnya, pada 22 Februari 2022 Penyidik mengirimkan perkembangan perkara. Namun hal tersebut tak membuat Jaksa Peneliti puas, dan mengembalikan SPDP ke penyidik.
Pada tanggal 20 Mei 2022, Jaksa Peneliti mengembalikan SPDP kepada penyidik. Kendati begitu, penyidik menegaskan masih melanjutkan proses penyidikan, dan telah mengajukan permohonan audit untuk memastikan kerugian negara yang ditimbulkan dalam perkara tersebut.
Sejauh ini, hasil audit tersebut belum keluar. "Belum (ada hasil audit)," ujar Kabid Humas Polda Riau, Kombes Pol Sunarti pada Minggu (7/8).
Proses audit tersebut dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Dikatakan Sunarto, penyidik terus berkoordinasi dengan auditor. Dirinya meyakini, tidak ada kendala berarti dalam proses audit tersebut.
"Infonya, tinggal menyelesaikan laporan saja," lanjut perwira menengah Polri yang akrab disapa Narto itu.
Saat ditanyakan, apakah penyidik akan menetapkan tersangka jika hasil audit telah keluar, Narto belum bisa memastikan.
"Kita tunggu dulu saja dari BPK," tegas mantan Kabid Humas Polda Sulawesi Tenggara (Sultra) itu.
Senada, Direktur Reskrimsus Polda Riau, Kombes Pol Ferry Irawan mengatakan jika pihaknya belum menerima hasil audit yang dilakukan BPK.
"Belum. Ditunggu," kata Ferry.
"(Masih, red) Proses," sambungnya menegaskan.
Diketahui, penanganan perkara itu dilakukan guna menindaklanjuti laporan yang diterima Polda Riau melalui Ditreskrimsus pada medio September 2018 lalu. Laporan itu terkait Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Keuangan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Rohil oleh BPK Perwakilan Provinsi Riau tahun 2017.
Dalam LHP itu dinyatakan terdapat dugaan penyimpangan SPPD yang digunakan anggota Dewan tanpa didukung Surat Pertanggungjawaban (SPJ), sehingga potensi kerugian negara mencapai miliaran rupiah.
Atas temuan itu sejumlah anggota DPRD Rohil kala itu berbondong-bondong mengembalikan dana tersebut ke kas daerah. Bahkan, ada juga anggota DPRD yang membuat pernyataan di atas materai yang menerangkan bahwa mereka tidak pernah menerima sepeser pun dana tersebut.
"Memang sudah ada beberapa melakukan pengembalian. Yang mengembalikan dari anggota Dewan," ungkap Gidion Arif Setiawan kala masih menjabat Direktur Reskrimsus Polda Riai, Kamis (29/11/2018) lalu
Lanjut Gidion, saat itu sudah ada puluhan orang yang dimintai keterangan, baik dari kalangan anggota Dewan maupun aparatur sipil negara (ASN) di lingkungan Sekretariat DPRD Rohil.
Adapun anggota Dewan yang telah diperiksa, di antaranya Afrizal alias Epi Sintong yang saat ini menjabat Bupati Rohil. Lalu, Rusmanita dan Jerli Silalahi. Mereka diperiksa pada Selasa (9/10/2018) lalu.
Selain anggota Dewan, tim penyelidik juga melakukan klarifikasi terhadap Pengguna Anggaran (PA) periode Januari-Juni 2017 berinisial SA, dan PA periode Juni-November 2017 berinisial FR.
Lalu, Bendahara Pengeluaran periode Januari-Juni 2017 berinisial RJ, Bendahara pengeluaran periose Juni-November 2017 berinisal PS, serta Bendahara Pengeluaran periode November-Desember 2017 berinisial AS. Sisanya adalah sebanyak 38 orang saksi selaku Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) tahun 2017.
Dari informasi yang dihimpun terkait dugaan penyimpangan dalam perkara ini, pada Maret 2017 lalu, Setwan Rohil menerima uang persediaan (UP) sebesar Rp3 miliar. Dari jumlah itu yang bisa dipertanggungjawabkan sekitar Rp1,395 miliar, sedangkan sisanya Rp1,6 miliar tidak bisa dipertanggungjawabkan.
Lalu, penggunaan uang pajak reses II oleh Sekretaris Dewan (Sekwan) Rohil atas nama Firdaus selaku Pengguna Anggaran sebesar Rp356.641.430. Namun dana itu telah disetorkan ke kas daerah. Kemudian penggunaan uang pajak reses III oleh Sekwan atas nama Syamsuri Ahmad sebesar Rp239.105.430 dengan modus tidak disetorkan.
Selanjutnya, terhadap anggaran dilakukan ganti uang (GU) sebanyak dua kali masing-masing sebesar Rp1.064.023.000 diperuntukan membayar hutang kepada Lisa atas perintah Syamsuri, dan Rp1.100.331.483 untuk pembayaran hutang kepada Syarifudin. Penggunaan GU tersebut belum ada pertanggungjawabannya.