RIAUMANDIRI.CO - Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto meminta pemerintah perlu berhati-hati menerapkan kebijakan untuk menggesa ekspor crude palm oil (CPO) dan turunannya.
"Jangan salah fokus, sehingga niat baik ekspor tersebut malah menimbulkan kelangkaan CPO seperti yang terjadi beberapa bulan lalu. Akibatnya harga minyak goreng dalam negeri melambung," kata Mulyanto, Selasa (5/7/2022).
Pemerintah berencana menggesa ekspor CPO dan turunannya. Rencana ini disampaikan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves), Luhut Binsar Panjaitan, awal pekan ini. Luhut sudah meminta Menteri Perdagangan (Mendag), Zulkifli Hasan, untuk mempercepat pelaksanaan rencana ekspor CPO tersebut ke beberapa negara.
Karena itu, Mulyanto mengingatkan pemerintah jangan salah fokus terkait dengan soal tersebut. Semestinya Pemerintah tidak fokus untuk menggesa ekspor CPO demi keuntungan pengusaha CPO dan minyak goreng.
"Yang lebih prioritas adalah fokus untuk memenuhi kebutuhan CPO dan minyak goreng (migor) domestik. Jangan sampai muncul kembali kasus kelangkaan bahan baku migor seperti sebelum-sebelumnya," kata Mulyanto.
Terkait kapasitas tangki-tangki industri CPO dan migor yang penuh, Mulyanto menilai, justru ini adalah hal positif bagi pemerintah untuk terus menggesa produsen CPO ini mengosongkan tangki-tangki tersebut melalui produksi migor, baik kemasan ataupun curah, bagi keperluan dalam negeri.
Produksi migor untuk pasar domestik harus diprioritaskan, sampai pasar banjir dan harga migor benar-benar sesuai dengan HET (harga eceran tertinggi) yang telah ditetapkan.
"Jangan belum apa-apa pemerintah sudah menggesa untuk ekspor CPO tersebut. Nanti kita akan mengalami kelangkaan bahan baku migor lagi. Padahal harga migor hari ini masih jauh di atas HET" kata Wakil Ketua FPKS DPR RI ini.
Sementara untuk mengangkat harga TBS di tingkat petani, khususnya petani sawit rakyat, pemerintah harus benar-benar memperhatikan mekanisme pembelian TBS agar petani sawit diuntungkan.
Jangan sampai seperti sekarang, posisi tawar mereka sangat lemah. Model kemitraan petani-industri, nampak lebih baik dan menguntungkan petani sawit.
Selain itu, Mulyanto juga mendesak Pemerintah untuk segera menata industri atau pabrik kelapa sawit (PKS).
Selama ini PKS tersebut yang membeli TBS dari petani sawit rakyat. Sekarang ini mereka sudah banyak yang menolak TBS dari petani, bahkan tidak sedikit dari mereka yang tutup. Ini faktor utama yang menyebabkan harga TBS petani rakyat anjlok ke titik nadir. (*)