RIAUMANDIRI.CO - Gubernur Riau, Syamsuar menerima rombongan Pucuk Pimpinan Tertinggi (Patih) dan Para Batin dari suku asli Talang Mamak Indragiri Hulu dan Indragiri Hilir.
Kedatangan 15 orang Patih dan Para Batin Talang Mamak dari Inhu terdiri dari 5 Kecamatan dan 1 kecamatan di Inhil ini, untuk menyampaikan aspirasi mereka.
Aspirasi yang disampaikan tentang Hutan Tanah wilayah Hukum adat Talang Mamak yang telah habis porak poranda dibabat dengan keberadaan perusahaan sawit (HGU) dan perusahaan kehutanan (HTI). Parih dan Batin kedua daerah ini bukan tak mendukung pembangunan di Riau, tapi mereka sangat resah karena Hutan tanah tempat mereka tinggal, dan tempat mereka hidup serta bercocok tanam telah habis luluh-lantak.
Para petinggi adat Talang Mamak ini menyampaikan keresahan yang dalam sehingga Batin Bumbungan sampai menangis menceritakan nasib tragis ulayat dan wilayah adat mereka yang tak dihormati dan dihargai sebagai warga negara. Mereka menyampaikan apakah yang akan terjadi kepada anak cucu mereka ke depan dan masa depannya.
"Hutan luluh lantak, kalau pun kami punya kebun karet dan lahan pertanian semakin menyempit oleh oknum perambah hutan kami dan perusahaan HGU dan HTI, bahkan banyak juga kebun perusahaan tak ada izinnya," kata Batin Bumbungan, kepada Gubernur Riau.
Dikatakannya, Batin lainnya, kalaupun ada Taman Nasional Bukit Tiga puluh di wilayah Kabupaten Inhu dan Inhil, sebagai wilayah konservasi mereka juga tak tahu mana tapal batas Taman Nasional Bukit Tiga puluh itu.
"Hutan kami jaga dan lestarikan, tapi malah perambah hutan semakin menjadi-jadi melakukan ilegal logging dibiarkan di wilayah Hutan Taman nasional. Sejak dulu kami jaga dan pelihara hutan kami itu, sedari dulu," kata Batin Irasan.
Masyarakat menginginkan Masyarakat Adat Talang Mamak yang terdiri dari 29 Batin (Desa), Wilayah adatnya seluas 365.816,5 hektar sebanyak hampir 71.000 jiwa dan sebanyak 11.000 Kepala Keluarga (KK) diakui Pemerintah pusat dan Pemerintah Daerah, terutama Kabupaten Indragiri Hulu dan Indragiri Hilir.
"Kami meminta Pak Gubernur (bersama 2 Bupati lainnya, Inhu dan Inhil) mengakui dan mengesahkan kami sebagai Masyarakat Hukum Adat dan Hutan Adat kami boleh dikelola Masyarakat Talang Mamak. Sehingga tak ada kecemasan lagi dalam mengelola Hutan Tanah kami. Kami tidak dikejar-kejar dan ditangkap aparat dalam mengelola hutan tanah kami yang tersisa sangat sedikit dan sempit itu lagi,” kata Batin.
Sementara itu, Gubernur Syamsuar dalam pertemuan itu yang didampingi Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Makmun Murod, dan Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Riau, Raja Yoserizal serta Tenaga Ahli Gubernur Riau Bidang Lingkungan Hidup, langsung meresponnya.
Gubri memerintahkan kepada kedua Kepala Dinas baik LHK dan Disbud untuk segera melakukan pemetaan di lapangan dan sosialisasi tentang Program Perhutanan Sosial yaitu berupa Hutan Adat dan Pemetaan Wilayah Masyarakat Hukum Adat Talang Mamak ini (WILHA).
Selain itu Gubri meminta dilakukan penelusuran tentang Cagar Budaya serta mengembangkan secara serius adat istiadat Talang Mamak yang telah hidup dan berkembang sejak puluhan ribu tahun yang lalu dan sertifikasi budaya Lokal ini. Masyarakat Suku Asli Talang Mamak diakui di Riau keberadaannya dan setara dengan masyarakat suku lainnya di Riau.
"Saya menginginkan persoalan masyarakat suku asli di Riau dapat diselesaikan satu per satu masalahnya. Dan dengan kebersamaan kita yakin bisa mengurai persoalan yang ada di sana. Terutama Suku Asli Talang Mamak dan Suku Sakai yang akan menjadi prioritas contoh penyelesaian Wilayah adat dan Ulayat di Riau nantinya," ujar Syamsuar.
Pada kesempatan itu Gubri juga menyinggung keberadaan suku Sakai, Akit, Bonai, Guano, suku Laut yang juga menjadi konsen Pemerintah Provinsi Riau dalam Program Riau Hijau yang sudah Menjadi RPJMD Provinsi Riau. Semua suku asli harus mendapat perlindungan secara hukum.
Sebelumnya dalam berbagai kesempatan pertemuan nasional dan internasional Gubri selalu menyebut suku Talang Mamak dan Sakai serta Suku Laut, guano dan Akit sebagai suku yang sudah lebih dulu berada di Riau dan diakui keberadaannya dalam menata dan perkaya khasanah adat dan budaya di Riau ini.
"Suku asli di Riau cukup mewarnai pola interaksi, ekonomi, ekologi, sosial, politik dan budaya di Riau," tegas Gubri.(adv)