RIAUMANDIRI.CO - Wakil Ketua Umum DPN Partai Gelora Fahri Hamzah mengatakan pemerintah harusnya menanggung 100 persen biaya pemilihan umum (pemilu), termasuk dana untuk partai politik (parpol).
Menurut dia, parpol dan para kandidatnya (caleg) harus difasilitasi negara. Sebab kalau tidak nanti menyebabkan orang-orang yang banyak uang menyelinap membiayai partai politik.
"Jika biaya politik ditanggung oleh individu, nantinya tokoh politik merasa harus mengembalikan modal yang ia keluarkan untuk jabatan tertentu. Terlebih, biaya politik di Indonesia tidak murah," kata Fahri Hamzah ketika berbicara dalam seminar daring di Universitas Mercu Buana, Sabtu (18/6/2022).
Fahri mengatakan hal itu menanggapi anggaran Pemilu 2024 telah disepakati Pemerintah, DPR RI dan penyelenggara pemilu (KPU, Bawaslu dan DKPP) di angka Rp76,6 triliun. Angka ini didapat setelah beberapa kali dilakukan revisi dari semula Rp86 triliun.
Melanjutkan pernyataannya, Fahri khawatir kalau mereka para tokoh politik sudah menganggap dana yang dikeluarkan selama kampanye adalah biaya pribadinya, maka yang terjadi berikutnya adalah mereka harus balik modal.
"Atau bohir-bohir [pemodal] yang membayar dia lalu kemudian ingin modalnya supaya dikembalikan," paparnya seraya menilai bahwa dampak dari fenomena politik seperti itu berpotensi untuk menciptakan regulasi-regulasi yang tidak berpihak pada masyarakat dan ini yang secara halus atau kasar nampak pada hari-hari ini di depan mata.
Mantan Wakil Ketua DPR RI itu juga menyebut fenomena ini sebagai ancaman bagi demokrasi Indonesia, karena semakin besar potensi transaksi dalam politik.
Bahkan, setiap upaya untuk memonetisasi pertarungan ide ini berbahaya, makanya harus ada keseriusan pemerintah untuk membahas cara bagaimana membiayai pemilu.
"Menurut saya ini adalah lingkaran setan yang harus kita putus melalui menyadari kembali bahwa demokrasi adalah pertarungan ide," tambahnya lagi.
Partai 'Peternak' Politisi
Di sisi lain, Fahri Hamzah juga menyebut kalau saat ini parpol telah mengubah fungsinya semata sebagai 'peternakan' politisi, dan tidak lagi menjalankan fungsi intelektualnya.
"Selama ini parpol telah mengambil alih fungsi posisinya sendiri tidak lagi menjalankan fungsi intelektual, tidak lagi menjalankan agregasi. Malah cenderung parpol ini menjadi peternakan politisi. Nah yang dia lakukan itu adalah beternak orang-orang yang disuruh menekan pemerintah mengumpulkan uang," sindir politisi asal Nusa Tenggara Barat (NTB) itu. (*)