RIAUMANDIRI.CO - Majelis Hakim Pengadilan Negeri Rokan Hilir yang dipimpin oleh Erif Erlangga, S.H. sebagai Hakim Ketua, Aldar Valeri, S.H. dan Nora, S.H. masing-masing sebagai Hakim Anggota melaksanakan sidang perkara atas nama JS dengan Agenda Pembacaan Putusan pada Selasa (24/5/ 2022)
Terdakwa JS terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana membujuk anak melakukan persetubuhan sebagaimana dalam dakwaan tunggal Penuntut Umum
"Terdakwa dijatuhkan pidana penjara selama 1 (satu) tahun dan denda sejumlah Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 1 (satu) bulan," Kata Majelis Hakim dalam pembacaan amar putusan, tiru Jubir Humas Pengadilan Negeri Rokan Hilir Hendrik Nainggolan, S.H. melalui siaran pers kepada media Gruop Haluanriau- Haluanriau.co - Riaumandiri pada Rabu, (25 /5 /2022)
Sebelumnya, Penuntut Umum mengajukan tuntuntan pidana yang pada pokoknya Terdakwa
JS terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana membujuk anak
Melakukan persetubuhan sebagaimana dalam dakwaan tunggal Penuntut Umum dan Terdakwa dijatuhkan pidana penjara selama 9 (sembilan) tahun dan denda sejumlah Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) subsider pidana kurungan selama 3 (tiga) bulan.
Nemun, di dalam putusan Majelis Hakim menyatakan tidak sependapat dengan lamanya pidana yang dijatuhkan kepada Terdakwa didasari dengan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2017 tentang pemberlakuan rumusan hasil rapat pleno kamar Mahkamah Agung tahun 2017 sebagai pedoman pelaksanaan Tugas Bagi Pengadilan pada pokoknya mengatur Majelis Hakim dapat menjatuhkan pidana di bawah minimal dengan pertimbangan khusus antara lain:
Ada perdamaian dan terciptanya kembali harmonisasi hubungan antara
Pelaku/keluarga pelaku dengan korban/keluarga korban, dengan tidak saling menuntut lagi bahkan sudah menikah antara pelaku dan korban, atau perbuatan dilakukan suka sama suka.
Hal tersebut tidak berlaku apabila perbuatan dilakukan oleh ayah terhadap anak kandung/tiri, guru terhadap anak didiknya;
Harus ada pertimbangan hukum dilihat dari aspek yuridis, filosofis, sosiologis, edukatif, preventif, korektif, represif dan rasa keadilan.
Berdasarkan fakta hukum yang terungkap telah terjadi perdamaian antara Terdakwa dengan
Anak korban dan keluarga anak Korban, dimana Terdakwa telah menikah dengan anak korban.
Lalu dari keterangan anak rorban yang bersesuaian dengan keterangan Terdakwa diketahui terdakwa dan Anak Korban sedang dalam hubungan pacaran ketika Terdakwa melakukan perbuatan pidana tersebut.
Perbuatan Terdakwa yang telah menikahi anak korban tersebut menunjukkan adanya kesadaran Terdakwa untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya terhadap anak korban.
Selain daripada itu dalam proses penyelesaian perkara pidana dikenal konsep restorative justice dimana penyelesaiannya mengedepankan kepentingan masa depan para pihak yang berperkara maka Majelis Hakim berpendapat Terdakwa yang telah menikahi anak korban tersebut telah melindungi kepentingan masa depan anak korban dan anak yang ada dalam kandungan anak korban sehingga apabila dijatuhkan pidana sebagaimana dimaksud dalam tuntutan Penuntut Umum akan menghalangi kewajiban Terdakwa untuk memberikan kehidupan yang layak kepada anak korban dan anaknya yang ada dalam kandungan yang dapat merugikan kepentingan masa depan Anak Korban dan anak yang ada dalam kandungannya tersebut.
Untuk itu, dengan memperhatikan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2017 tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Tahun 2017 Sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Bagi Pengadilan dan konsep restorative justice maka terhadap Terdakwa patut untuk dijatuhkan pidana di bawah minimal sebagaimana termuat dalam amar putusan dinilai telah memenuhi rasa keadilan, kepastian dan kemanfaatan.
Dasar Hukum: Pasal 81 Ayat (2) Peraturan pemerintah pengganti undang-undang No. 01 Tahun 2016 tentang perubahan kedua Undang-undang RI No 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak yang ditetapkan menjadi Undang-undang No 17 Tahun 2016;
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana;
Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2017. (Jon)