FOKUS

Jalan Provinsi Nasibmu Kini

Jalan Provinsi Nasibmu Kini

Lebih dari 1.000 kilometer infrastruktur jalan utama di Provinsi Riau dalam kondisi rusak akibat tingginya volume kendaraan yang melebihi kapasitas kekuatan jalan, serta penggunaan teknologi pembuatan jalan yang sudah ketinggalan zaman dan tidak tepat untuk struktur tanah lemah di daerah tersebut.
"Tingginya tingkat kerusakan jalan di Provinsi Riau menyebabkan meningkatnya biaya transportasi, serta mengurangi tingkat keselamatan, keamanan, dan kenyamanan bagi pengguna jalan," kata Kepala Bidang Perawatan Dinas Bina Marga Provinsi Riau Nopriman pada seminar "Teknologi Perkerasan Jalan", di Kota Pekanbaru, Rabu (15/4).
Berdasarkan Keputusan Gubernur Riau Nomor Kpts. 234.b/VI/2007 tentang penetapan Fungsi-Fungsi Ruas Jalan Sebagai Jalan Kolektor dalam Sistem Jaringan Jalan Primer, panjang ruas jalan Provinsi Riau adalah 3.033,32 kilometer (Km).
Berdasarkan data kondisi terakhir pada 2014, terdapat sekitar 515,22 Km atau setara 16,99 persen jalan Provinsi Riau dalam kondisi rusak ringan.
Kemudian, sepanjang 589,18 Km lagi atau 19,42 persen dalam kondisi rusak berat. Dengan begitu, total jalan yang dalam kondisi rusak lebih dari 1.000 Km, yaitu berupa permukaan jalan amblas, aspal terkelupas hingga berlubang-lubang.
Sedangkan, hanya 1.000 Km dari luas Jalan Provinsi dalam kondisi baik, dan 926,66 Km sisanya dalam kondisi sedang. Menurut dia, salah satu sebab tingginya kerusakan jalan akibat terlalu banyaknya kendaraan bermuatan berat seperti truk pengangkut kayu dan minyak sawit mentah, sudah melebihi kemampuan toleransi jalan (overload).
"Tingginya volume lalu lintas kendaraan bermuatan yang melebihi kapasitas jalan menyebabkan kerusakan jalan lebih awal. Konstruksi jalan yang ada direncanakan dengan kapasitas sekitar delapan ton, sehingga tidak dapat melayani operasional angkutan industri yang membutuhkan kapasitas yang lebih tinggi karena mencapai lebih dari 10 ton," kata Nopriman.
Komite Litbang Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK) Riau, Syawal Satibi, menilai penyebab lain yang menyebabkan tingginya kerusakan jalan adalah akibat kurang optimalnya perencanaan pemerintah dalam pembuatan jalan, khususnya dalam penerapan teknologi yang dinilai ketinggalan zaman, padahal struktur tanah di Riau tergolong tanah lemah berupa gambut dan lempung yang butuh perencanaan secara detil.
"Perlu teknologi mutakhir untuk percepat proses konstruksi jalan karena beban tonase kendaraan di Riau tak terkendali, sehingga itu perlu membangun jalan yang lebih permanen dengan memperkuat konstruksi tanah lunak terlebih dahulu. Sedangkan, teknologi yang digunakan sekarang ini tidak optimal," katanya.
Menurut dia, tidak mengherankan apabila melihat jalan raya di Riau hanya bisa berumur kurang dari lima tahun sudah dalam kondisi rusak akibat penerapan teknologi yang kurang tepat. Belum lagi akibat proses pembahasan anggaran yang lambat membuat proses pengerjaan sangat pendek.
Umumnya, pengerjaan proyek jalan di Riau baru bisa dimulai pada bulan September atau Oktober, atau pada musim hujan, sehingga proses pengerasan dan pembuatan jalan sulit menghasilan jalan dengan kualitas sempurna.
"Karena itu, ketika Pemerintah Provinsi Riau ingin meningkatkan pembangunan infrastruktur sekarang ini, maka harus memperhatikan karakteristik lahan gambut di Riau memerlukan perencanaan yang khusus. Karena tanpa itu, jalan aspal maupun rigid atau semenisasi berpotensi akan terus amblas bahkan patah," ujarnya.
Sementara itu, Direktur PT Gaya Makmur Tractors Frankie Makaminang mengatakan sebenarnya sudah ada teknologi perkerasan jalan yang tepat untuk digunakan di Riau yang memiliki karakteristik lahan gambut.
"Teknologi ini sudah lama dikembangkan di Jerman, yaitu Wirtgen. Alat berat Wirtgen bisa menguatkan bagian bawah tanah hingga lapisan atasnya sehingga pengerjaan lebih efisien, awet, dan aman digunakan," kata Frankie.
Menurut dia, PT Gaya Makmur Tranctors selaku agen tunggal pemegang merk Wirtgen di Indonesia, sudah mulai banyak mendapat permintaan peralatan untuk proyek jalan yang karakteristik tanahnya mirip dengan Riau.
"Beberapa daerah seperti di Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, dan Papua, sudah menggunakan alat ini untuk membuat jalan. Dan kondisi daerah itu juga begambut, mirip seperti di Riau," ujarnya.
Ia mengatakan perusahaannya kini sudah memiliki cabang di 10 kota di Indonesia, termasuk di Kota Pekanbaru yang mulai beroperasi sejak 2009.***