Tagor Pertanyakan Pelayanan Dokter di RS Syafira

Tagor Pertanyakan Pelayanan Dokter di RS Syafira

PEKANBARU (HR)- Mujur tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak. Ikhlas dengan semua kejadian yang telah terjadi memang telah terucap. Namun demikian, sejak terhitung 15 hari kepergian anak pertamanya, Jemima Anbiya, usia 1 bulan yang meninggal dunia, Tagor P Lubis, ayah kandung Jemima, masih tidak terima dengan pelayanan RS Syafira Pekanbaru.

Banyak keluhan, baik pelayanan maupun sikap dari dokter yang diterima sebelumnya dalam menangai pasien. Sebab dari kelalaian dan pembiaran yang dilakukan dokter anak di RS Syafria tersebut, penyebab korban yang dirawat karena mengalami pendarahan pada pusat, bayi itu akhirnya meninggal dunia pada 26 Maret 2015 lalu.
Tagor didampingi istrinya, Sastrifia Zulfan, Jumat (10/4), mengatakan, ada beberapa alasan, kurang tanggapnya tindakan medis saat berupaya menangani putrinya. Seharusnya jika tindakan dokter yang disebut bernama dr Ismar itu, maka Jemima bisa tertolong.
"Awalnya, bagi kita pasien tentu patuh akan saran dan perintah dokter. Ceritanya seperti ini, dokter yang menangani anak saya berjanji akan melakukan tindakan operasi, namun operasi yang dijanjika dilakukan pukul 18.00 WIB, dokter datang jam 20.00. Padahal, kondisi anak saya saat itu telah sekarat," ujarnya.
Bahkan tindakan operasi itu tidak dilakukan pada akhirnya, karena perdebatan dokter bedah anak, Ismar dan dokter anak, Dedi, maka tak jadi dioperasi. Alasannya, karena terjadi pembekuan darah dari dari hasil laboratorium tanpa menunjukan bukti. Belum lagi koordinasi antara spesialis dokter Ismar dan Dedi. Pelayanannya lagi," papar Togar bertutur.
Kondisi inilah yang tidak diterima pihak keluarga. Apa tindakan pihak terkait akibat kelalaian dokter, sehingga pasien meninggal dunia. Selain itu, ucapan dokter yang seharusnya diinginkan dapat menenangkan hati, namun malah membuat keluarga kecewa, dengan kata-kata dan sikap dokter yang dinilai tidak pantas diterima pasien.
"Kalau tidak mau sabar dan ingin cepat-cepat, kenapa tak cari aja dokter lain," sebut Tagor, menirukan ucapan dokter yang menangani anaknya saat itu.
Karena sikap dokter yang angkuh inilah pihak keluarga tidak habis pikir, bagaimana pelayanan yang diinginkan pasien didapatkan. "Dengan kejadian ini, bukan kami tak iklas ketika kepergian anak kami, namun rasa kecewa terhadap pelayanan. Maka dari itu kita minta penegak hukum menindaklanjutinya. Termasuk Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Jangan lagi terjadi seperti itu. Nyawa orang lebih berharga dari gengsi dokter. Ingat sumpah jabatan," tambah Zulfan Sulaiman, kakek kandung korban yang juga berbincang dengan wartawan kemarin.
Sementara itu, Humas RS Syafira Pekanbaru, Mizent, saat dikonfirmasi meminta maaf kepada keluarga korban. Namun Mizent mengaku pihaknya sudah berusaha maksimal. "Kita berupaya namun jika pasien masih belum terima saya tidak tahu lagi harus berbuat apa," kata Mizent, saat berbincang dengan wartawan Kamis (9/4) kemarin.
Dikatakan Mizent, persoalan kelalaian yang ditudingkan pasien sebenarnya tentu memiliki alasan, akan tetapi selaku sikap dari pihak rumah sakit jelas dokter yang menangani tiap pasien memiliki prosedur. "Yang jelas kita telah berucap maaf, jika ini masih menjadi persoalan kami juga tidak bisa berbuat banyak lagi," imbuhnya. ***