Dugaan Pemalsuan Mandat

2 Peserta Munas Golkar Ancol Tersangka

2 Peserta Munas Golkar Ancol Tersangka

JAKARTA (HR)-Dua peserta Munas Partai Golkar kubu Agung Laksono di Ancol, akhirnya ditetapkan sebagai tersangka, dalam dugaan pemalsuan surat mandat. Keduanya terancam melanggar pasal 263 Kitab Undang-undang Hukum Pidana.

"Ancamannya enam tahun penjara," ungkap Kabagpenum Polri, Kombes Rikwanto, Senin (6/4).

Kedua peserta Munas Ancol itu adalah Dayat Hidayat sebagai Sekretaris DPD Golkar Pandeglang. Sedangkan Hasbi Sani merupakan Ketua DPD Golkar Pasaman Barat, Sumatera Barat. Dalam waktu dekat keduanya akan dipanggil untuk diperiksa sebagai tersangka oleh penyidik.

Modus yang dilakukan Dayat adalah memalsukan tanda tangan Ketua dan Wakil Ketua DPD. "Sekretaris bisa hadir kalau ada surat mandat dari ketua atau wakil, kalau enggak hadir boleh wakil ketua. Dayat palsukan tanda tangan wakil ketua dan dia datang ke Munas Ancol," beber Rikwanto.

Sementara modus yang dilakukan Hasbi Sani adalah memalsukan tandatangan sekretarisnya. "Dia palsukan tanda tangan dengan cara scaning," tambahnya.

Ditambahkannya, penyidik Bareskrim masih melakukan pendalaman terkait surat mandat dari daerah lain dengan mengecek satu per satu. Selain itu, penyidik juga mengejar pihak penyelenggara terkait dengan keterlibatan dalam pemalsuan surat mandat tersebut.

"Sedang diusut juga ada enggak komunikasi dari penyelenggara Munas untuk mengajak yang bersangkutan, tentang motif dan iming-iming apa tentu sedang didalami," ujarnya.

Ungkap Sutradaranya
Menyikapi hal itu, Sekretaris Jenderal DPP Partai Golkar hasil Munas Bali, Idrus Marham, mengapresiasi kinerja Bareskrim Polri. Namun, Idrus berharap tersangka tak berhenti sampai ke dua orang tersebut.

"Dua tersangka itu kan cuma pelaksananya di lapangan, sutradaranya perlu diungkap," ingatnya.

Ketika ditanya siapa kemungkinan sutradaranya, Idrus enggan menyampaikan. Namun ia yakin kedua tersangka tersebut tidak mungkin melakukan pemalsuan surat hak suara tanpa ada pihak yang menyuruhnya.
"Bayangkan saja, dari 270 suara mandat, ada 70 persen palsu. Jadi 130 surat itu palsu. Makanya, harus ditangkap juga sutradaranya," ujar Idrus.

Idrus meminta penyidik menelusuri aliran dana dari dalang pemalsu surat dokumen suara kepada para pelaksana di lapangan. Ia mengklaim bahwa pelaksana mendapatkan uang sebesar Rp500 juta sebagai imbalan pemalsuan tersebut.

Agung tak Yakin
Sementara itu, Ketua Umum Partai Golkar hasil Munas Jakarta, Agung Laksono, yakin tidak ada kadernya yang ditetapkan sebagai tersangka pemalsuan dokumen.

"Katanya sudah ada dua pengurus yang jadi tersangka. Kami tidak mengetahuinya. Dari mana sumbernya juga tidak jelas," ujarnya  dalam konferensi pers di DPP Partai Golkar,  Senin kemarin.

Agung meyakini, informasi mengenai penetapan tersangka itu tidak benar. Menurut dia, ada sejumlah pihak yang menyebarkan informasi tak bertanggung jawab itu di media massa. "Itu hanya berita yang beredar luas. Kami yakin tidak ada anggota kami yang memalsukan," ucapnya.

Saat dijelaskan bahwa informasi mengenai penetapan tersangka itu datang langsung dari Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri, Kombes Rikwanto, Agung tetap mengelak.
"Tidak ada kok. Kalau ada, pasti kami dapat infomasi langsung," ucap Agung.

Sedangkan Ketua DPP Golkar hasil Munas Ancol Leo Nababan, mengatakan pihaknya menyerahkan hal itu ke proses hukum.

"Kita serahkan ke proses hukum. Kita sebagai warga negara hukum selayaknya mengikuti, yang pasti keputusan Menkumham tidak dicabut," ujarnya.

Leo menegaskan dokumen terkait Munas Ancol sudah diperiksa oleh Mahkamah Partai Golkar plus Kemenkum HAM dan dinyatakan tak bermasalah. Dia menegaskan pihaknya tak tahu menahu soal dugaan dokumen palsu di Munas Ancol.

Siap Tarung
Masih terkait dualisme Golkar tersebut, sebelumnya Menkumham Yasonna Laoly mengatakan pihaknya siap bertarung di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) terkait SK yang mengesahkan kepengurusan Agung Laksono. Seperti diketahui, PTUN Jakarta telah meminta Menkumham menunda pelaksanaan SK tersebut hingga kasus tersebut tuntas secara hukum.

Menanggapi hal itu, kuasa hukum DPP Golkar hasil Munas Bali atau kubu Aburizal Bakrie, Yusril Ihza Mahendra menyatakan siap menghadapi argumentasi dan fakta yang disiapkan Yasonna di pengadilan.

"Yasonna mau bertarung di pengadilan? 'Ente jual, ane beli!" kata Yusril dalam pesan singkat.

Yusril mengatakan, Yasonna benar bahwa putusan sela PTUN tidak membatalkan SK yang dibuatnya, tapi hanya menunda berlakunya SK tersebut. Begitu juga penundaan itu membuat Agung cs tak bisa mengambil kebijakan dan keputusan partai.

"Yasonna benar dengan penundaan itu agung tidak bisa mengambil kebijakan dan keputusan atas nama Partai Golkar. Agung cs sebagai tergugat hendaknya mematuhi putusan sela yang berisi penundaan berlakunya SK Mmenkumham tersebut," ujarnya.

Begitu juga, KPU juga tidak ada alasan mengatakan bahwa Agung cs masih berwenang ambil keputusan dalam Pilkada akan datang.

Yusril mengimbau kepada semua pihak, untuk fair menanggapi putusan sela PTUN. Jangan biasakan plintir-plintir sesuatu sehingga membuat hal yang sudah jelas menjadi gak jelas.

"Putusan hukum itu jelas dan terang maknanya. Putusan harus ditafsir dengan hukum juga, bukan ditafsir dengan politik," tegas mantan Menteri Hukum itu. (bbs, dtc, kom, viv, ral, sis)