Kasus Payment Gateway

Denny Resmi Tersangka

Denny Resmi Tersangka

JAKARTA (HR)-Penyidik Bareskrim Polri akhirnya meningkatkan status mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Denny Indrayana. Ia akhirnya ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus payment gateway.

"Terhadap Prof DI telah ditetapkan sebagai tersangka," ungkap Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Pol Rikwanto, Selasa (24/3).

Rikwanto mengatakan, peningkatan status tersangka terhadap Denny Indrayana itu dilakukan setelah penyidik Direktorat Tipikor Bareskrim Polri melakukan gelar perkara pada minggu lalu.

Adapun, penetapan tersangka tersebut berkaitan dengan tindak pidana dalam implementasi atau pelaksanaan payement gateway Kemenkumham RI tahun 2014.

"Yang bersangkutan akan dipanggil sebagai tersangka pada Jumat pekan ini untuk diperiksa," tutupnya.

Kriminalisasi
Beberapa pekan lalu, Bareskrim Polri memanggil Denny Indrayana untuk pemeriksaan sebagai saksi. Namun, Denny tidak memenuhi panggilan polisi tersebut karena menganggap hal teersebut merupakan upaya kriminalisasi terhadapnya. Menurut Denny, kriminalisasi itu ditujukan kepadanya, karena ia termasuk salah satu pihak yang getol memperjuangkan KPK yang terlibat perselisihan dengan Polri.

Dibenarkan
Sementara itu, pengacara Denny Indrayana, Heru Widodo, membenarkan kliennya telah ditetapkan tersangka oleh Bareskrim Mabes Polri.

"Sudah diterima panggilannya jam 8 malam tadi di kediaman Pak Denny di Bogor," ujarnya, tadi malam.

Dikatakan, dalam surat tersebut, Bareskrim meminta Denny untuk hadir dalam pemeriksaan sebagai tersangka pada Jumat mendatang (27/3). "Besok Rabu akan dikoordinasikan dengan tim kuasa hukum (apakah Pak Denny akan datang atau tidak)," ujarnya.

Lebih jauh, Heru tetap bersikukuh kliennya tak berperan dalam proyek yang digarap pada tahun 2014 lalu. "Pak Denny malah tidak mengerti dan tidak ikut dalam pemilihan vendor. Siapa pemenangannya dan siapa pemilik perusahaan juga tidak tahu," ujarnya.

Sebelumnya, Heru menegaskan, Denny hanya berperan sebagai pengarah alih-alih pemimpin proyek. "Tidak ada pemimpin proyek karena bukan pengadaan jasa dan tidak menggunakan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)," ujarnya.

Proyek tersebut bermasalah lantaran izin dari Kementerian Keuangan terkait pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajar dari Kementerian Hukum dan HAM belum diturunkan. Namun, Kementerian Hukum ngotot tetap melaksanakannya.

Tak berselang lama, setelah surat teguran Kemenkeu yang kedua kalinya diterima, barulah program tersebut diberhentikan. Meski secara lisan Menteri Hukum saat itu Amir Syamsudin telah memberhentikan, tetapi pada praktiknya proyek baru benar-benar mandeg pada Oktober 2014.(dtc, sis)