Gulat Manurung Jalani Sidang Perdana Kasus Suap Alih Fungsi Hutan

JPU Sebut Eks Menhut-Wagubri

JPU Sebut Eks Menhut-Wagubri

JAKARTA (HR)-Terdakwa dugaan suap alih fungsi lahan di Riau, Gulat Manurung, mulai menjalani sidang perdana di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (15/12). Sidang kemarin mengagendakan pembacaan dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum. Dalam berkasnya, jaksa sempat menyebut nama mantan Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan dan Wakil Gubernur Riau, Arsyadjuliandi Rachman.

Sidang perdana kemarin berlangsung singkat, hanya kurang lebih satu jam. Sidang dimulai pukul 09.30 WIB dan berakhir pukul 10.30 WIB.

Dalam sidang, jaksa penuntut umum (JPU) menuntut terdakwa Gulat Manurung, karena menyuap Gubri nonaktif, Annas Maamun. Suap itu diberikan agar Annas Maamun mengalihkan status lahan kebun miliknya bersama rekan-rekannya menjadi kawasan peruntukan lain. Sebagai pamrih, terdakwa memberikan uang kepada Annas Maamun sebesar Rp2 miliar.
Surat dakwaan setebal 12 halaman tersebut dibacakan Jaksa Lucy Dwi Nugroho dan lima jaksa lainnya. Dalam kasus ini, Gulat dituntut dengan Pasal 5 ayat (1) hurup b UU Tindak Pidana Korupsi dakwaan primer dan Pasal 13 UU Tindak Pidana Korupsi.

"Gulat Medali Emas Manurung memberi sesuatu yaitu uang yang seluruhnya berjumlah USD 166,100 karena Annas Maamun selaku Gubernur Riau telah memasukkan areal kebun sawit Gulat Manurung dan teman-temannya di Kabupaten Kuantan Singingi seluas 1.188 hektare dan Bagan Sinembah di Kabupaten Rokan Hilir seluas 1.214 hektare ke dalam surat revisi usulan perubahan luas bukan kawasan hutan di Provinsi Riau, sebagaimana permintaan Gulat Manurung," ujar jaksa KPK Kresno Anto Wibowo membacakan surat dakwaan.

Dalam dakwaan jaksa, Gulat telah memberikan uang senilai Rp500 juta kepada Gubri nonaktif Annas Maamun sebagai suap atas lahan di Kuansing.

Usai membacakan dakwaan JPU, hakim memberikan kesempatan kepada Gulat untuk berunding dengan kuasa hukumnya, Jimmy Stepanus Mboi apakah akan mengajukan ekpsesi. Setelah berunding, Gulat memutuskan tidak mengajukan eksepsi atau hak jawab. "Kami tidak akan mengajukan ekspesi Yang Mulia," kata Jimmy.

Mendengar jawaban itu, majelis hakim yang diketuai Soepriono memberikan kesempatan kepada JPU melanjutkan sidang dengan menghadirkan saksi-saksi. Tapi karena JPU belum siap, akhirnya sidang ditunda Senen depan dengan agenda mendengarkan keterangan saksi-saksi.

"Maka sidang ini kita tunda minggu depan dengan agenda mendengarkan keterangan saksi," kata Soepriono.
Usai sidang, Gulat yang ditemui wartawan, memilih bungkam dan tidak memberikan keterangan apa pun.

Disebut dalam Berkas
Dalam sidang kemarin, nama mantan Menteri Kehutanan (Menhut) Zulkifli Hasan dan Plt Gubri Arsyadjuliandi Rachman, sempat disebut-sebut jaksa saat membacakan berkas dakwaan.

Jaksa KPK memaparkan, Zulkifli Hasan memberikan SK Menhut Nomor SK 673/Menhut-II/2014 tanggal 9 Agustus 2014, saat datang menghadiri HUT Provinsi Riau pada tanggal 9 Agustus 2014 lalu.

SK 673/Menhut-II/2014 berisikan perihal perubahan Peruntukan Kawasan Hutan Menjadi Bukan Kawasan Hutan seluas 1.638.249 hektare, perubahan fungsi kawasan Hutan seluas 717.543 hektare dan Penunjukan Bukan Kawasan Hutan Menjadi Kawasan Hutan seluas 11.552 hektare untuk Provinsi Riau.

"Pada pidatonya dalam acara HUT Provinsi Riau, Zulkifli Hasan memberikan kesempatan kepada masyarakat melalui Pemerintah Provinsi Riau mengajukan permohonan revisi jika terdapat daerah atau kawasan yang belum terakomodir dalam SK tersebut," kata jaksa Ikhsan Fernandi.

Peluang merevisi SK 673/Menhut-II/2014 tersebut, dimanfaatkan Annas Maamun dengan memerintahkan Kepala Bappeda Riau M Yafiz dan Kepala Dinas Kehutanan Riau Irwan Effendy untuk menelaah kawasan yang direncanakan masuk dalam program pembangunan, namun statusnya masih masuk sebagai kawasan hutan. Selanjutnya, kawasan-kawasan itu diusulkan untuk direvisi menjadi bukan kawasan hutan/area penggunaan lainnya (APL).

Selain M Yafiz dan Irwan Effendy, penelaaahan juga dilakukan Cecep Iskandar (Kabid Planologi Dishut) Riau, Supriadi (Kasi Tata Ruang Beppeda), Ardesianto (Kasi Perpetaan Dishut Riau) dan Arief Despensary (Kasi Penatagunaan Dishut Riau)

Hasil telaah kemudian dilaporkan kepada Annas Maamun pada 11 Agustus 2014. Setelah dikoreksi, Annas Maamun menerbitkan Surat Gubernur Riau Nomor 050/BAPPEDA/58.13 tanggal 12 Agustus 2014 perihal Mohon Pertimbangan Perubahan Luas Kawasan Bukan Hutan di Provinsi Riau yang ditujukan kepada Menteri Kehutanan.

Surat Gubernur Riau ini dibawa ke Kantor Kementerian Kehutanan oleh Wakil Gubernur Riau Arsyadjuliandi Rachmad, M Yafiz, Irwan Effendy dan Cecep Iskandar, yang bertemu dengan Zulkifli Hasan pada 14 Agustus 2014.

"Pada pertemuan itu Zulkifli Hasan memberi tanda centang persetujuan terhadap sebagian kawasan yang diajukan dalam surat tersebut, yang peruntukkannya antara lain untuk jalan tol, jalan provinsi, kawasan Candi Muara Takus dan perkebunan untuk rakyat miskin seluas 1.700 hektare di Kabupaten Rokan Hilir. Selain itu Zulkifli Hasan secara lisan memberikan tambahan perluasan kawasan hutan menjadi bukan hutan Provinsi Riau maksimal 30 ribu hektare," sambung jaksa.

Gulat Manurung yang mengetahui adanya pengajuan revisi tersebut, pada bulan Agustus 2014 menemui Annas Maamun di rumah dinas Gubri. Ketika itu, ia mememinta bantuan agar areal kebun sawit miliknya dan teman-temannya dapat dimasukkan ke dalam usulan revisi dari kawasan hutan menjadi bukan kawasan hutan.

Annas Maamun lalu mengarahkan terdakwa agar berkoordinasi dengan Cecep Iskandar. Kepada Cecep, terdakwa meminta areal kebun sawit terdakwa dan teman-temannya di Kabupaten Kuantan Singigi seluas 1.188 hektare dan di Bagan Sinembah di Kabupaten Rokan Hilir selas 1.214 hektare dapat dimasukkan dalam usulan revisi SK Menhut.

Atas permintaan tersebut, Cecep Iskandar meminta terdakwa memberikan gambar peta lokasi areal yang akan direvisi. Selanjutnya terdakwa memerintahkan Riyadi Mustofa alias Bowo yang pernah melakukan pemetaan dan pengukuran atas areal kebun sawit terdakwa dan teman-temannya agar memberikan gambar peta kepada Cecep Iskandar untuk dilakukan penelahaan bersama Ardesianto. Hasilnya, ada beberapa kawasan yang tidak bisa dimasukkan ke dalam usulan revisi karena merupakan kawasan hutan lindung namun terdakwa tetap meminta agar tetap dimasukkan dalam usulan.

Pada tanggal 17 September 2014, Annas Maamun menandatangani Surat Gubernur Riau Nomor 050/Bappeda/8516 tentang Revisi Usulan Perubahan Luas Kawasan Bukan Hutan di Provinsi Riau yang ditujukan kepada Menteri Kehutanan.

Pada tanggal 18 September 2014, Annas Maamun memerintahkan Cecep Iskandar mengantar surat Gubernur Riau Nomor 050/Bappeda/8516 ke Kementerian Kehutanan. Selanjutnya pada tanggal 19 September 2014 Cecep Iskandar menyerahkan surat tersebut kepada Direktur Perencanaan Kawasan Hutan Kemenhut Mashud di Jakarta untuk diproses permohonannya.

Pada tanggal 21 September 2014, Annas Maamun berangkat ke Jakarta dalam rangka urusan dinas sekaligus memantau perkembangan surat usulan revisi tersebut di Kementerian Kehutanan. Keesokan harinya pada tanggal 22 September 2014, Annas Maamun menghubungi terdakwa dan meminta uang sebesar Rp2,9 miliar terkait pengurusan usulan revisi perubahan luas bukan kawasan hutan di Provinsi Riau

"Ketika itu, terdakwa hanya mampu menyiapkan USD 166,100 atau setara Rp2 miliar yang diperoleh terdakwa dari Edison Marudut Marsadauli sebesar kurang lebih USD 125 ribu atau setara Rp1,5 miliar dan sisanya kurang lebih USD 41,100 atau setara Rp500 juta uang milik terdakwa sendiri. Selanjutnya terdakwa membawa uang tersebut ke Jakarta untuk diserahkan ke Annas Maamun," ujar jaksa.

Duit yang dimasukkan dalam tas berwarna hitam merk Polo ini diberikan Gulat tanggal 24 September 2014 di rumah Annas Maamun di Perumahan Citra Gran Blok RC3 Nomor 2 Cibubur, Jawa Barat.

Karena tahu uang yang diberikan berbentuk USD, Annas Maamun meminta Gulat menukarkan uang dalam mata uang Dollar Singapura. Uang ditukar Gulat dan diserahkan kembali pada 25 September 2014. "Pemberian uang tersebut dilakukan terdakwa karena Annas Maamun selaku Gubernur Riau," kata jaksa.

Diperpanjang
Sementara itu, untuk kedua kalinya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memperpanjang masa penahanan Gubri nonaktif, Annas Maamun. Kebijakan itu ditempuh untuk melengkapi perkas perkara yang bersangkutan ke tahap persidangan.

Menurut Kepala Bagian Pemberitaan dan Informasi KPK, Priharsa Nugraha, perpanjangan itu dilakukan untuk melengkapi berkas perkara Annas Maamun. "Karena keterangan saksi-saksi dan alat bukti lainnya masih diperlukan untuk melengkapi berkas perkara oleh penyidik KPK," sebutnya.

Sebelumnya, KPK telah memperpanjang masa penahanan Gubri nonaktif Annas Maamun beberapa waktu lalu. Gubri nonaktif Annas Maamun sendiri ditahan KPK sejak 25 September 2014 lalu saat operasi tangkap tangan oleh KPK hingga saat ini. (bbs, rtc, dtc)