Internasional Minta

Indonesia Tingkatkan Standar Keselamatan Penerbangan

Indonesia Tingkatkan Standar Keselamatan Penerbangan

JAKARTA (HR)- Di mata internasional, standar keselamatan penerbangan di Indonesia masih rendah. Berdasarkan catatan Asosiasi Transportasi Udara Internasional, sejak tahun 2010 hingga sekarang, setidaknya ada satu insiden pesawat jatuh setiap tahunnya di Indonesia. Angka ini membuat hasil audit internasional menempatkan skor Indonesia di bawah standar global.
Direktur Umum IATA Tony Tyler juga menambahkah, Indonesia harus mengingat fakta bahwa Uni Eropa bahkan masih melarang semua maskapai penerbangan Indonesia untuk terbang melintasi Eropa, kecuali 5 maskapai yang telah disetujui. "Federasi Penerbangan AS juga menurunkan kategori keselamatan penerbangan Indonesia menjadi kategori 2," ujar Tyler, Kamis (12/3).
Berangkat dari fakta tersebut, Tyler mengingatkan, pemerintah Indonesia untuk meningkatkan standar keselamatannya, dengan menggunakan lisensi dari IATA yang bernama IOSA (IATA Operational Safety Audit). Tyler berharap, pemerintah mau membuka pintu untuk kerjasama dan bersama meningkatkan standar keselamatan penerbangan Indonesia.
"Kami ingin melanjutkan dialog dengan pemerintah. Berdasarkan hasil penilaian kami, 80 persen masalah di penerbangan Indonesia adalah kurangnya faktor keselamatan," ujarnya.
Dikonfirmasi di tempat yang sama, Direktur Kelaikan dan Pengawasan Pesawat Udara Ditjen Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan Muzaffar menyatakan, belum ada keputusan apakah pemerintah akan mengikuti rekomendasi IATA untuk memakai standar IOSA atau tidak.
Prioritas pemerintah saat ini, lanjut Muzaffar, adalah melakukan revisi terhadap standar keselamatan udara yang saat ini masih menggunakan standar CASR (Civil Aviation Safety Regulation) yang masih lebih rendah dibanding standar global.
"Kalau sudah diupdate, itu harus comply, kalau itu sudah sejalan dengan ICAO (Organisasi Penerbangan Sipil Internasional)," jelas Muzaffar.
Salah satu contoh standar penerbangan Indonesia yang dinilai di bawah standar global adalah kelancaran berbahasa inggris para penerbang. Padahal, menurutnya, seorang harus fasih berbahasa inggris karena seluruh instruksi terbang dalam bahasa inggris.
"ICAO bilang level 4 standarnya, kita masih level 3. Kita revisi, seorang penerbang harus mampu level 4," lanjutnya.(rol/ivi)