Politisi Partai Republik Ancam Batalkan Perjanjian Nuklir Iran

Politisi Partai Republik Ancam Batalkan Perjanjian Nuklir Iran

WASHINGTON (HR) - 47 orang politisi dari Partai Republik memperingatkan Iran bahwa perjanjian nuklir antara Iran dan negara anggota P5+1 yang sedang dalam tahap pembicaraan dapat dibatalkan. Hal itu bisa dilakukan bila calon dari Partai Republik terpilih menjadi presiden Amerika Serikat berikutnya.
Dalam sebuah surat terbuka yang ditujukan kepada pemimpin Iran, Senator Tom Cotton dan 46 anggota politisi Partai Republik memperingatkan bahwa tanpa persetujuan kongres, perjanjian nuklir Iran hanyalah sebuah perjanjian antara Iran dengan Presiden Barrack Obama, yang dapat dibatalkan oleh presiden AS berikutnya.
“Presiden berikutnya dapat mencabut keputusan eksekutif semacam itu, hanya dengan sebuah tanda tangan. Kongres berikutnya dapat mengubah syarat-syarat dalam perjanjian tersebut kapan pun mereka mau,” demikian isi surat tersebut sebagaimana dikutip oleh Al Jazeera, Selasa (10/3).
Meski begitu, ancaman dari kongres itu bisa dianggap terlalu memandang sederhana perjanjian nuklir dengan Iran. Perjanjian tersebut, merupakan sebuah perjanjian internasional yang melibatkan negara lain selain AS, dan pembatalan perjanjian secara sepihak dapat menimbulkan ketegangan antara AS dengan negara-negara lain yang ikut dalam perjanjian dengan Iran tersebut.
Gedung Putih bereaksi dengan menuduh para politis tersebut berkonspirasi dengan kelompok garis keras Iran yang juga menolak perjanjian nuklir.
“Ironis jika melihat beberapa anggota kongres bekerja sama dengan kelompok garis keras Iran. Sebuah koalisi yang tidak biasa,” kata Presiden Obama beberapa jam setelah surat tersebut diumumkan kepada publik.
Sementara Menteri Luar Negeri Iran Mohammed Javad Zarif, menganggap surat terbuka itu hanyalah sebuah propaganda, sekaligus mengingatkan bahwa banyak perjanjian internasional adalah persetujuan eksekutif. Menurutnya, jika hal itu yang mereka pikirkan, maka para senator bukan hanya merusak sebuah perjanjian yang menguntungkan dengan Iran namun banyak perjanjian internasional yang berasal dari keputusan eksekutif.(okz/ivi)