Eksekusi Mati Ditunda

Kerabat: Bisa Seminggu atau Sebulan

Kerabat: Bisa Seminggu atau Sebulan

Cilacap (HR)- Kerabat terpidana mati kasus narkoba, Silvester Obiekwe Nwaolise alias Mustofa, yakin bahwa pelaksanaan eksekusi mati tahap kedua bakal ditunda. Keyakinan itu diperoleh Novarita, nama kerabat Silvester itu, setelah mendampingi istri Silvester membesuk pria asal Nigeria itu di Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Batu, Pulau Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah.

"Kelihatannya eksekusi hari Sabtu ditunda," kata Novita di Dermaga Wijaya Pura, Cilacap, Jumat (6/3). Menurut Novarita, informasi penundaan eksekusi terpidana mati kasus narkoba tersebut berasal dari orang dalam. "Dari orang dalam. Belum ditentukan waktunya, mungkin bisa seminggu atau sebulan, kan masih ada yang PK (mengajukan peninjauan kembali)," katanya.
Ia mengatakan, saat ini Silvester berada di LP Batu dan tidak ditempatkan di ruang isolasi. Bahkan, kata Novarita, Silvester berstatus warga binaan LP tersebut. "Dia baik-baik saja, sangat tegar. Pokoknya dia baik-baik, dia berharap ada mujizat, dia selalu berdoa," katanya.
Saat ditanya mengenai identitas istri Silvester, Novarita menolak menyebutkan. "Jangan, dia warga asing. Lihat saja hidungnya mancung, kayak orang India, dia sering kemari." Ihwa rencana eksekusi terhadap Silvester, Novarita mengatakan para terpidana mati sudah mendapat tersebut. "Sekarang kami lagi melakukan (gugatan di) PTUN untuk penolakan grasi karena grasinya ada yang salah, PTUN-nya di Jakarta," kata Novarita.
Silvester Obiekwe Nwaolise merupakan salah seorang terpidana mati yang akan dieksekusi oleh Kejaksaan Agung dalam waktu dekat. Warga negara Nigeria itu ditangkap pada 2003 oleh Direktorat Narkoba Mabes Polri karena menyelundupkan heroin sebanyak 1,2 kilogram ke Indonesia, kemudian divonis mati oleh Pengadilan Negeri Tangerang. Grasinya ditolak melalui Keppres 1/G 2015.
Di tempat terpisah, Kejaksaan Tinggi Daerah Istimewa Yogyakarta menyatakan menghormati upaya PK yang diajukan para terpidana mati. Tak hanya Silvester, Mary Jane Fiesta Veloso juga mengajukan PK meski grasinya sudah ditolak Presiden pada akhir 2014. "Kami belum membicarakan rencana eksekusi selama belum ada keputusan PK dari Mahkamah Agung," kata Asisten Pidana Umum Kejaksaan Tinggi DIY Tri Subardiman, Jumat, 6 Maret 2015.
Sidang permohonan PK oleh warga negara Filipina itu telah dilakukan di Pengadilan Negeri Sleman pada Selasa dan Rabu lalu. Majelis hakim menerima permohonan itu. Berita acara sidang dikirim ke Mahkamah Agung. Pendapat majelis hakim juga dikirim. Majelis hakim di Mahkamah Agung yang akan memberikan keputusan soal diterima atau tidaknya PK itu. "Proses hukumnya masih berjalan," kata Tri.
Di Lembaga Pemasyarakaran Kelas II A Wirogunan Yogyakarta, Mary Jane tidak diperbolehkan mengakses berita tentang rencana eksekusi mati para terpidana melalui media apa pun. Larangan ini bertujuan menjaga kondisi psikologisnya supaya dia tidak stres atau terganggu jiwanya.
Maraknya pemberitaan di televisi maupun media lainnya diyakini bisa mempengaruhi psikologi terpidana jika tahu informasi itu. "Kami sengaja membatasi akses berita, apalagi ada pemberitaan soal regu tembak. Bisa bikin stres," kata Kepala Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta Zaenal Arifin.(tpi/ivi)