Kebun Sawit Tua, Perekonomian Rakyat Menurun, Jokowi: Makanya Pemerintah Meremajakannya

Kebun Sawit Tua, Perekonomian Rakyat Menurun, Jokowi: Makanya Pemerintah Meremajakannya
RIAUMANDIRI.CO, ROKANHILIR - Usia pohon sawit di Bagan Sinembah, Rokan Hilir, Riau, yang mencapai 30 tahun itu mengakibatkan turunnya produktivitas, tentu hal ini berimbas pada turunnya perekonomian rakyat.
 
"Ini kan sudah 30 tahun, sudah telat, seharusnya dari kemaren-kemaren diremajakan," kata Presiden Jokowi saat membuka acara Program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) di Bagan Sinembah, Kabupaten Rokan Hilir, Rabu (9/5/2018).
 
Menurut Presiden, keterlambatan ini harus segera diatasi, tentu dengan memberikan bantuan, agar rakyat tidak menjerit. 
 
Presiden Jokowi saat dipasangkan selempang kuning Melayu.
 
"Pemerintah memberi bantuan 25 juta per hektare. Untuk apa, untuk numbang, untuk beli bibit, pupuk, perawatan. Tiga tahun lagi kan udah berhasil," katanya.
 
"Beli bibit yang bagus, biar hasilnya bagus, tentu ekonomi meningkat," tandasnya.
 
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menerangkan, total luas lahan perkebunan sawit rakyat di Riau mencapai 1,58 juta ha. Pada umumnya, kebun tersebut merupakan kebun tua yang penanamannya dilakukan pada sekitar tahun 1980-an melalui program Perkebunan Inti Rakyat-Transmigrasi (PIR-Trans).
 
 
"Akibatnya produktivitas sawit rakyat di Riau rendah dan masyarakat tidak dapat menikmati hasil yang baik. Oleh karena itu, peremajaan ini sudah sangat mendesak untuk dilakukan," ujar Darmin.
 
Menko Perekonomian juga menjelaskan, sekitar 5,61 juta ha lahan perkebunan kelapa sawit rakyat di seluruh Indonesia memiliki produktivitas di bawah 10 ton tandan buah segar (TBS)/ha/tahun. Selain karena umur tanaman yang sudah lebih dari 25 tahun, rendahnya produktivitas tersebut disebabkan persoalan kualitas benih pada masa dahulu.
 
"Tugas besar untuk meremajakan kelapa sawit seluas 5,61 juta ha ini harus dilakukan secara bersama-sama oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Pelaku Usaha dan Masyarakat," tegas Darmin.
 
PSR diawali dengan pelaksanaan verifikasi data yang valid dari Pemerintah Daerah dan Kementerian Pertanian. Data yang dimaksud meliputi data kepemilikan dan status lahan.
 
 
Desain program PSR adalah Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) memberikan hibah sebesar 25 juta/ha yang disalurkan melalui perbankan yang ditunjuk, guna pengerjaan peremajaan untuk P-0. Kemudian kekurangan dana dapat memanfaatkan fasilitas Kredit Usaha Rakyat (KUR) Khusus Peremajaan dengan bunga 7% per tahun dan grace period selama 5 (lima) tahun atau dana swadaya petani.
 
Dalam hal pengelolaan tanaman PSR, perusahaan baik swasta maupun BUMN (PTPN) sebagai off-taker sekaligus bertanggung jawab terhadap praktik pengelolaan kebun yang berkelanjutan.
 
"Komponen-komponen tersebut harus sangat diperhatikan. Selain ketersediaan benih unggul bersertifikat, kita juga harus memperhatikan kepastian offtake hasil panen oleh perusahaan," lanjut Menko Perekonomian.
 
Beberapa perusahaan sebagai offtaker di Provinsi Riau, antara lain : (1) PTPN V, (2) PT Asian Agri, (3) PT Kubu Raya, dan (4) PT Rokan Sawit Industri, dan akan bertambah sesuai dengan penambahan luas areal PSR.
 
Menko Darmin juga berpesan untuk PSR ini sedari awal sudah mengikuti prinsip dan kriteria Indonesian Sustainable Palm Oil System (ISPO), sehingga perkebunan sawit rakyat yang telah mengikuti program PSR sekaligus telah memenuhi pula persyaratan untuk mendapatkan sertifikasi ISPO.
 
Selain itu, Darmin juga menyebut bahwa BPDPKS telah membangun aplikasi online PSR untuk mempermudah proses registrasi dan verifikasi data pekebun.
 
Rangkaian acara PSR di Provinsi Riau terdiri atas: pemberian secara simbolis bantuan dana peremajaan kelapa sawit, pemberian benih tanaman untuk tumpang sari, pemberian benih sawit bersertifikat, serta penyerahan sertifikat tanah atau lahan dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN).
 
Reporter : Joni Saputra
Editor     : Mohd Moralis