Pra Peradilan Warga Desa Kepenuhan Timur Ditolak

Hakim: Penangkapan Sesuai Prosedur

Hakim: Penangkapan Sesuai Prosedur

PASIR PENGARAIAN (HR)-Setelah tujuh hari aktif mengikuti sidang, ternyata pra peradilan yang diajukan warga Desa Kepenuhan Timur, Kecamatan Kepenuhan ditolak, Rabu (4/3).

Putusan Pengadilan Negeri Pasir Pengaraian pada pra peradilan warga terhadap Polda Riau ini, dinilai sangat melukai hati masyarakat yang telah berharap banyak pada hakim.

Hakim Atep Sopandi, yang membacakan putusan pengadilan melalui pengeras suara dengan lantang menyampaikan beberapa alasan penolakan pra peradilan yang diajukan warga. Salah satunya penangkapan yang dilakukan tim dari Polda Riau, terhadap 7 orang warga sudah prosedural dan beberapa alasan lainnya.  

Mendengar putusan PN saat itu, emosi ribuan massa yang saat itu berada di luar pengadilan tersulut. Massa sempat mengamuk dan mencoba menerobos pagar yang dikawal pihak Kepolisian. Tujuannya mempertanyakan kredibilitas hakim. Menurut warga, penolakan pra peradilan yang disampaikan hakim banyak kebohongan.

“Dari awal kita curiga kalau hakim ini tidak netral. Untuk menjawab kredibilitas hakim Rokan Hulu ini, kita akan mencari keadilan dengan membawa kasus ini ke jenjang yang lebih tinggi lagi. Soalnya dari BAP yang dilakukan tim dari Polda Riau, banyak kebohongan,” teriak Heryanti di hadapan ribuan massa.

Ironisnya, di tengah aksi ribuan massa, dua orang warga terpaksa dirujuk di RSUD Pasir Pengaraian. Diduga kedua warga ini mengalami depresi karena tidak puas terhadap putusan hakim. Bahkan sebelum pingsan dua orang wanita sempat mengejar hakim. Namun usahanya tidak berhasil karena digagalkan puluhan Polisi Wanita.
Sementara itu Mukmin, selaku kordinator lapangan menyampaikan meskipun ada hal yang dinilai tidak lazim dalam putusan, namun pihaknya tetap menghargai keputusan tersebut. Oleh sebab itu pihaknya dalam waktu dekat akan mendesak DPRD agar membentuk panitia khusus (Pansus) untuk menyelesaikan konflik tersebut. “Untuk menyelesaikan kasus ini harus ke ranah hukum yang lebih tinggi,” tegasnya.

Nyaris Bentrok
Menjelang pelaksanaan sidang yang sempat molor hingga 4 jam, ribuan warga juga nyaris bentrok dengan pihak Kepolisian. Kericuhan tersebut terjadi ketika pihak Kepolisian dari Polres Rohul, mencoba menghalang-halangi warga yang saat itu hendak melaksanakan salat Zuhur dan menumpang berteduh di areal PN Pasir Pengaraian. Sebagian kaum ibu dan anak-anak itu terpaksa mencari tempat berteduh karena tidak tahan teriknya matahari.

Ketika hendak masuk ke PN, pihak Kepolisian yang berjaga di pintu gerbang menolak membukakan pintu dengan alasan keamanan. Tidak terima perlakukan Polisi, warga mulai marah dan sempat mendobrak pagar. Aksi dorong-dorongan antara Polisi dan warga tidak terelakan.

“Izinkan kami masuk, kami mau salat Zuhur. Lagipula di luar panas kasihan ibu-ibu dan anak-anak. Mana hati nurani kalian, kami hanya ingin salat dan berteduh,” teriak warga sambil mengutuk Polisi dengan berbagai macam kata-kata hujatan.

Mendengar hujatan tersebut tiba-tiba Polisi berubah pikiran dan membuka pagar dengan syarat hanya perempuan yang diperbolehkan masuk, sedangkan laki-laki tidak. Karena tidak mau ribut dengan Polisi, ribuan warga akhirnya menyetujui dan menyarankan seluruh perempuan masuk untuk melaksanakan salat dan berteduh.

Dijelaskan Kapolres Rohul, AKBP Pitoyo Agung Yuwono, yang ditemui sesaat sebelum putusan pra peradilan, sesuai protap karena lingkungannya sempit tidak memungkinkan bagi massa untuk masuk secara keseluruhan. “Kita bukannya menghalangi orang salat atau berteduh, tapi ini protap. Ini untuk ketertiban saja. Kita mengutamakan keselamatan anak-anak dan ibu-ibu,” singkatnya.  

Menurut Kapolres Rohul, jumlah personel Kepolisian dari pengamanan sidang pra Peradilan tersebut sebanyak 276 orang. Sedangkan Brimob saat ini standby di Mapolres.

"Mereka kita turunkan jika terjadi insiden tinggi. Kan ada prosedurnya seperti itu. Selama masih kondusif, masih mampu ditangani Polisi umum. Tapi kalau anarkis berat baru mereka diturunkan,” katanya. ****