Sidang Korupsi Dana Bantuan Pendidikan di Kuansing, Doni Irawan Gagal Hadirkan Ahli

Sidang Korupsi Dana Bantuan Pendidikan di Kuansing, Doni Irawan Gagal Hadirkan Ahli
RIAUMANDIRI.CO, PEKANBARU - Mantan Bendahara Setdakab Kuantan Singingi (Kuansing) Doni Irawan gagal menghadirkan saksi ahli pidana dalam persidangan kasus dugaan korupsi bantuan pendidikan dari Pemkab Kuantan Singingi (Kuansing) tahun 2015. Sejatinya, ahli pidana itu akan menjadi saksi meringankan bagi dirinya yang menjadi terdakwa dalam perkara tersebut.
 
Tak ayal, sidang yang sejatinya digelar pada Selasa (10/4/2018) di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru terpaksa diundur hingga pekan depan.
 
"Berhubung salah seorang hakim cuti dan terdakwa (Doni Irawan,red) belum bisa menghadirkan saksi ahli. Maka kita kasih kesempatan sekali lagi. Jika tak hadir, maka dianggap tidak menghadirkan ahli," ungkap Hakim Ketua Toni Irfan.
 
"Berarti sidang dilanjutkan pekan depan dengan agenda pemeriksaan terdakwa," imbuh Toni menutup persidangan.
 
Sementara itu, Doni Irawan saat dikonfirmasi melalui Penasehat Hukumnya, Suroto, menyebut saksi ahli yang belum bisa dihadirkan itu adalah ahli pidana. Menurutnya, keterangan ahli pidana itu diperlukan untuk mengetahui dari aspek pidana terkait siapa pihak yang bertanggung jawab dalam perkara itu.
 
Diterangkannya, Doni selaku bendahara mengeluarkan uang bantuan pendidikan itu berdasarkan Daftar Penggunaan Anggaran (DPA). Dimana DPA ini, katanya, telah disusun sesuai mekanisme yang berlaku. "Dalam penyusunan DPA itu, Doni tidak pernah dilibatkan," sebut Suroto usai persidangan.
 
Lalu, katanya, terdapat Surat Keputusan (SK) dari Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Kuansing saat itu, Muharman, terkait nama-nama penerima bantuan pendidikan, dan nominalnya. Untuk Muharman sendiri, juga ditetapkan sebagai tersangka dan turut dihadirkan ke persidangan. "Ada disposisi dari Sekda untuk perintah membayar," lanjutnya.
 
Masih dikatakannya, kegiatan bantuan pendidikan itu telah dilakukan sejak tahun 2013 dan 2014, dengan mekanisme yang sama. Terkait kegiatan itu, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah melakukan audit dan menyatakan tidak ada temuan pelanggaran.
 
"Atas alasan di atas, itu yang menjadi keberatan kami dengan penetapan Doni sebagai tersangka dan saat ini berstatus sebagai terdakwa. doni sebagai tsk. Kita ingin menggali dari sisi pidananya dari keterangan saksi ahli. Siapa yang bertanggung jawab dalam kondisi seperti itu," pungkas Suroto.
 
Sementara itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejari Kuansing, Jhon Leonardo Hutagalung, menyebut bahwa pihaknya telah rampung menghadirkan saksi-saksi di dalam persidangan untuk kedua terdakwa. Para saksi itu, kata Leo, berjumlah lebih dari 20 orang.
 
"Saksi kita (JPU) dari para penerima bantuan pendidikan, baik PNS maupun non PNS. Kita hadirkan dari Inspektorat, ahli Administrasi Negara ndara dari UR, ahli kepegawaian dari BKN, dan ahli dari BPK," sebut Leo yang juga merupakan Kasi Pidsus Kejari Kuansing itu.
 
Selanjutnya, persidangan akan dilanjutkan dengan pemeriksaan saksi meringankan atau Ad Charge dari terdakwa, dan pemeriksaan para terdakwa. "Setelah itu, pembacaan tuntutan," tandasnya.
 
Dalam berkas dakwaan kedua terdakwa, oleh Kejari Kuansing, Muharman berstatus tahanan kota, sejak tanggal 21 Desember 2017 sampai tanggal 9 Januari 2018, yang diperpanjang dari tanggal 10 Januari 2018 hingga berkas dilimpahkan ke Pengadilan.
 
Sama halnya dengan Muharman, Doni Irawan yang persidangannya terpisah, juga berstatus tahanan kota sejak tanggal 10 Januari 2018 hingga berkas dilimpahkan ke pengadilan‎.
 
Untuk diketahui, korupsi ini telah merugikan keuangan negara sebanyak Rp1.520.600.000. ‎Korupsi ini mulai mencuat setelah terbitnya LHP dari BPK RI pada tahun 2016. Kegiatan tersebut dilaksanakan Sekretariat Daerah (Setda) Kuansing tahun anggaran 2015.
 
Atas perbuatannya, kedua terdakwa dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Jo Pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-undang (UU) RI Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU RI Nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
 
 
Reporter: Dodi Ferdian
Editor: Rico Mardianto