Terkait Dugaan Maladministrasi Eksekusi Lelang PT PPP

Ombudsman RI Berkunjung ke PN Siak

Ombudsman RI Berkunjung ke PN Siak

SIAK (HR)-Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Riau berkunjung ke Pengadilan Negeri Siak, Selasa (3/3). Kunjungan ini bermaksud untuk meminta klarifikasi atas aduan 736 eks buruh PT Pertiwi Prima Plywood terkait indikasi penguluran waktu eksekusi lelang aset perusahaan itu. Sesuai hasil keputusan persidangan, hasil pelelangan aset itu diperuntukan membayar gaji dan tunjangan pensiunan para karyawan.

Kehadiran Asisten ORI Perwakilan Riau, Bidang Pengaduan Masyarakat dan Penyelesaian Laporan, Bambang Pratama, dan Bidang Pengawasan Dasuki. Kedua perwakilan ORI disambut oleh Panitra Aryudiwan, SH MH.

Dalam kasus yang diadukan masyarakat ini, Bambang Pertama menjelaskan terdapat 3 kejanggalan yang dapat dikategorikan dalam maladministrasi. Pertama PN Siak melakukan penundaan berlarut terhadap pelelangan atas putusan P4P tahun 2004 lalu.

Sejak pertama kasus ini inkrah, diperhitungkan aset perusahaan dengan nilai Rp10 miliar, sementara dana yang dibutuhkan untuk membayar gaji karyawan selama 5 bulan kerja dan tunjangan pensiun itu sekitar Rp5,6 miliar. Akibat proses lelang tertunda, saat ini aset perusahaan kayu tersebut sudah tiada, dan tidak tahu kemana arah menghilangnya.
"Kami sudah tinjau ke eks PT Pertiwi Prima Plywood di Tualang. Memang tak ada lagi aset perusahaan itu disana," kata Bambang Pratama.

Sidang di P4P memutuskan pihak buruh menang. Sehingga perusahaan harus membayar gaji dan pesangon karyawan senilai Rp5,6 miliar. Caranya, aset perusahaan harus dilelang di KP2LN Jakarta. Berda-sarkan itu, PN Jakarta Utara mendelegasikan PN Siak untuk mengeksekusi lelang aset PT. PPP tersebut sejak tahun 2005 silam.

"Mereka (eks buruh) melapor ke DPRD provinsi dan Disnaker. Kemudian diterbitkan  surat anjuran untuk memenuhi kewajiban perusahaan. Namun, pihak perusahaan tidak kunjung membayar. Akhirnya, mereka melapor ke panitia penyelesaian perselisihan perburuhan pusat (P4P)," kata Bambang.

Kedua, kejanggalan terjadi pada hasil risalah lelang yang dibawa PT. Tropical yang dikeluarkan oleh KP2LN Jakarta tahun 2004 lalu. Sementara proses eksekusi lelang tahun 2005. Terakhir, alasan penangguhan pelelangan dari PN Jakarta Utara ke PN Siak belum dapat dicerna secara baik. Sebab, putusan P4P pada kasus itu sudah inkrach.

Ia menguraikan, klarifikasi yang diharapkan dari pihak PN Siak belum memuaskan. Sebab, laporan masyarakat eks buruh, atas nama Alfian yang mewakili 736 orang buruh PT. Pertiwi Prima Plywood itu sangat penting untuk ditindak lanjuti.

Stelah PN Jakarta Utara melimpahkan eksekusi lelang ke PN Siak, tiba-tiba pihak ketiga PT. Tropical menolak PN Siak melakukan eksekusi. Dasar bagi PT Tropical adalah risalah memang lelang di KP2LN Rayon 3 Jakarta nomor 1089 dan 1090. Namun, risalah itu tertanggal 12 November 2004. Sementara proses eksekusi dilakukan panitra PN Siak pada April 2006.
"Ini tampak sekali waktunya mundur. Kita menduga ada dugaan maladmistrasi di sini," katanya.

Anehnya, PT Tropica menjual aset-aset perusahaan dan mempidanakan beberapa orang eks buruh PT. PPP. Padahal, PT. Tropika pernah kalah di Pengadilan Tinggi, Mahkamah Agung dan hasil PK. Hanya di PN Siak PT Trppica diputuskan menang.

"Dalam rentetan waktu itu, PN Siak belum juga bergerak untuk melakukan pelelangan di KP2NL Dumai," katanya.
Akhir 2014 kemarin, tiba-tiba PN Jakarta Utara menerbitkan surat penangguhan pelaksanaan lelang eksekusi. (lam)