20 Bulan Laporan Tak Digubris Polisi, Anggota Koperasi Sawit di Kampar Resah

20 Bulan Laporan Tak Digubris Polisi, Anggota Koperasi Sawit di Kampar Resah
RIAUMANDIRI.CO, BANGKINANG – Berlarut-larutnya penanganan laporan pidana yang dilaporkan oleh anggota Koperasi Petani Sawit Makmur (Kopsa-M) Desa Pangkalan Baru membuat anggota koperasi tersebut resah. Mereka menuding penyidik Polda Riau lamban dan tidak profesional. 
 
“Masak perkara yang sudah jelas seperti itu sudah lebih satu tahun masih penyelidikan. Lamban betul dan nampak tidak profesional mereka,” ujar Hendi Sudrajad, Wakil Ketua Kopsa-M, Kamis (15/3). 
 
Dijelaskan Hendi, Anggota Kopsa-M telah membuat 2 laporan di Polda Riau, satu Surat Tanda Penerimaan Laporan (STPL) No. STPL/271/V/2016/SPKT/Riau tanggal 02 Mei 2016. Ini terkait penggelapan Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit/hasil penjualan TBS selama 14 bulan yang diduga dengan taksiran kerugian 3 miliar rupiah lebih.
 
Yang kedua STPL No. STPL/426/VIII/2016/SPKT/ Riau tanggal 10 Agustus 2016, terkait penjualan lahan kebun kelapa sawit Pola KKPA Kopsa-M 230 hektare pada tanggal 30 Januari 2015 dengan taksiran kerugian lebih kurang Rp. 23 miliar (230 hektar x Rp. 100.000.000,-). 
 
“Penangan perkara tersebut sebenarnya tidak sulit, tinggal dibuktikan saja selama 14 bulan itu produksi berapa dan uangnya kemana, tinggal dibuktikan saja. Kalau terlapor tidak bisa mempertanggung jawabkan, ya masuk dia,” terang Hendi kesal. 
 
Kemudian lanjutnya, terkait penjualan lahan 230 hektare kepada Calvin Fernado Cs, sudah jelas kebun itu dibangun oleh PTPN V, masuk juga dalam peta areal kerja Kopsa-M. "Bertahun-tahun lahan tersebut dikelola dan diambil hasilnya oleh Kopsa-M, tiba-tiba datang pihak ketiga mengaku sudah mebeli lahan tersebut dan mengambil begitu saja, tapi pidananya tidak dapat-dapat sama penyidik gimana itu," ungkap Hendi. 
 
“Apa bisa itu? Kita yang bangun kebun, tiba-tiba dijual sama orang lain. Gak usahlah dulu kita ngomong surat, kalau kebun itu dibangun oleh orang lain, terus kita mau mengambil kebun itu, ya mestinya menggugat ke pengadilan. Gak bisa main jual begitu saja,” ucap Hendi. 
 
Dikatakan Hendi, dari tiga orang penjual yang namanya tercantum di dalam surat tersebut mengaku tidak pernah menjual lahan tersebut dan itu bukan tandatangannya. Menurut dia, ini modusnya sudah jelas, mau apa lagi. 
 
Hendi melihat, keanehan perkara ini dari awal sudah terlihat, dan bagaimana mungkin kebun yang dalam pengelolaan PTPN V selama 14 bulan dipanen dan orang lain dan dijual keluar, tapi mereka diam saja.
 
Ditambahkan Hendi, hampir 2 tahun 230 hektare lahan yang berada di bawah pengelolaan PTPN V dicaplok dan diambil hasilnya oleh orang lain, tapi PTPN V diam saja. Padahal hasil penjulan TBS tersebut untuk membayar hutang yang sekarang ditalangi terus sama PTPN V. Negara rugi akibat tindakan pembiaran oleh PTPN V ini. 
 
“Ini sungguh di luar akal sehat saya, masak sih bisa begitu. Ini aneh, tapi nyata. Mungkin kalau tidak dilaporkan sama anggota, sampai sekarang PTPN V juga akan diam saja,” tandas Hendi.
 
Reporter: Ari Amrizal
Editor: Nandra F Piliang