DPR: UU MD3 Tetap Berlaku Tanpa Ditandatangani Presiden

DPR: UU MD3 Tetap Berlaku Tanpa Ditandatangani Presiden
RIAUMANDIRI.CO, JAKARTA - Ketua DPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) menegaskan, jika dalam waktu 30 hari Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak menandatangani Undang-Undang MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3) maka UU tersebut sah dan berlaku. 
 
“Walaupun revisi UU MD3 tidak ditandatangani oleh presiden dalam jangka waktu 30 hari sejak disetujui paripurna DPR, UU tersebut berlaku secara sah dan mengikat,” tegas Bamsoet, di Jakarta, Rabu (21/2/2018).
 
Penegasan itu disampaikan Bambang terkait pernyataan Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly yang menyebutkan kemungkinan Presiden Jokowi tak menandatangani UU MD3.  UU MD3 yang merupakan hasil revisi UU Nomor 17 Tahun 2014 tersebut disetujui bersama pemerintah dan DPR dalam rapat paripurna DPR tanggal 12 Februari lalu.
 
Meski demikian, Bambang tetap optimis, Presiden Jokowi akan menandatangani UU MD3 tersebut. “Pimpinan DPR masih memiliki keyakinan bahwa presiden akan menandatangani UU MD3 itu karena merupakan hasil pembahasan dan kesepakatan bersama antara DPR dan pemerintah, termasuk pasal-pasal yang diperdebatkan oleh sebagian kalangan,” ujar Bamsoet.
 
Kemudian lanjut Bamsoes, jika ada pihak yang merasa berkeberatan dengan UU tersebut, bisa menggugat ke Mahkamah Konstitusi (MK). “Jika ada pihak-pihak yang masih tidak sependapat dengan pasal yang ada di UU MD3 dipersilakan menggugat melalui uji materi di MK,” kata Bamsoet.
 
Secara terpisah, Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah menegaskan, revisi kedua UU No 17/2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD atau MD3 harus berlaku. 
 
"Tidak etis jika sampai presiden tidak menandatangani UU MD3. Presiden mau apa? Ini soal pikiran, jadi jangan emosional. Kita memerlukan pikiran-pikiran kenegarawanan," kata Fahri.
 
Dia memahami mengapa Presiden Jokowi belum menandatangani UU MD3 tersebut. "Ini bukan mau citra-citraan, tapi ini memang berat.  Falsafah UU MD3 memang berat, sehingga jika belum seorang negarawan maka mereka tidak akan paham isi pasal-pasal UU MD3. Tak ada yang berani menjelaskan ke presiden," kata Fahri.
 
Fahri membantah setelah UU MD3 ini maka DPR anti kritik, DPR membungkam demokrasi dan sebagainya. "Tidak ada sejarahnya DPR kita anti kritik dan membungkam demokrasi seperti banyak disampaikan masyarakat. Kalau ada berpendapat seperti itu berarti jalan pikirannya belum nyampai sehingga tidak paham filsafatnya," kata Fahri. 
 
Wakil Ketua DPR Agus Hermanto menegaskan, jika dalam jangka waktu 30 hari Presiden tidak menandatangani Revisi UU MD3, berarti Presiden dianggap tidak menolak sehingga UU tersebut tetap bisa dilaksanakan. 
 
"Sesuai amanat Amandemen UUD 45 pasal 20 ayat (5), sikap Presiden yang menolak menandatangani UU MD3 tidak banyak pengaruh. UU MD3 akan tetap berlaku meski tanpa tanda tangan Presiden," tegas politisi Demokrat itu.
 
Dia juga mempersilahkan pihak-pihak yang tidak ada persamaan atau sepakat dengan ketentuan UU MD3 bisa mengajukan judicial review ke MK. Bahkan menurutnya sudah ada yang akan melakukan gugatan ke MK.
 
“DPR mempersilahkan kepada pihak-pihak yang tidak sepakat dengan revisi UU MD3 bisa mengajukan gugatan ke MK,” tegas Agus Hermanto.
 
Sedangkan Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan mengungkapkan bahwa DPR akan melakukan pembahasan sebagai tindak lanjut dari sikap Presiden Jokowi yang tidak akan menandatangani UU MD3. 
 
"Pimpinan DPR akan melakukan rapat pimpinan bagaimana sikap dari pemerintah. Yang terpenting bagi DPR adalah revisi UU MD3 telah terlaksana sesuai dengan prosedur. DPR pun akan memberi kesempatan kepada Jokowi jika ingin melakukan pendalaman kembali,” kata Taufik menjawab pertanyaan wartawan, Rabu (21/2/2018).
 
Politisi dari PAN itu  menjelaskan, dalam proses pembahasan revisi UU MD3, semuanya sudah melalui prosedur pembicaraan tingkat 1 tingkat 2 di sidang paripurna. Tapi seandainya Presiden dalam posisi terakhir belum langsung bisa setuju (atau) masih perlu pendalaman, DPR akan memberi kesempatan. 
 
Reporter:  Syafril Amir
Editor:  Rico Mardianto