Terima Yap Thiam Hien Award, Gus Mus: Ini Sebenarnya Tidak Pantas

Terima Yap Thiam Hien Award, Gus Mus: Ini Sebenarnya Tidak Pantas
RIAUMANDIRI.CO, JAKARTA - Kiai Haji Ahmad Mustofa Bisri atau akrab disapa Gus Mus menerima penghargaan di bidang Hak Asasi Manusia, "Yap Thiam Hien Award". 
 
Yap Thiam Hien yang merupakan Yayasan Pusat Studi Hak Asasi Manusia ini menganugerahkan penghargaan ini dalam acara yang diselenggarakan di Perpustakaan Nasional Jakarta Pusat, Rabu (24/1/2018) malam, seperti dilansir Antara.
 
Penghargaan ini diserahkan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti yang disaksikan oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, Ketua Yayasan Yap Thiam Hien Todung Mulya Lubis, Komisioner Komisi Yudisal Sukma Violetta.
 
Ketika menanggapi pemberian penghargaan ini, Gus Mus menilai berlebihan dan tidak mengetahui dasar dirinya mendapatkan "Yap Thiam Hien Award" ini.
 
"Ini sebenarnya tidak pantas, alasan apa memilih saya. Sebenarnya HAM itu tidak tahu," kata lulusan Al Azhar University Mesir itu, saat pidato pemberian penghargaan.
 
Tokoh yang kerap membela para petani dalam konflik agraria ini mengaku hanya memperoleh pendidikan formal sampai kelas satu Tsanawiyyah (setingkat satu SMP) dan lebih banyak mendapat pendidikan dari pondok pesantren.
 
"Guru-guru saya adalah orang-orang sederhana yang mengajarkan bahwa Indonesia `rumahmu, itu saja, dan saya akan menjaga rumahku. Sedangkan hak asasi itu tahu setelah saya ketemu dengan orang milinea-milinea," katanya yang langsung disambut tawa para hadirin.
 
Tokoh Nadlatul Ulama itu mengatakan, di pesantren itu diajari untuk lebih mengutamakan kewajiban, sehingga dalam memaknai hak, kewajiban dirinya untuk menghargai hak orang lain dan hak asasi manusia. 
 
Todung Mulya Lubis mengatakan Gus Mus sangat pantas menerima "Yap Thiam Hien Award" karena sebagai suara hati nurani bangsa, suara hati ulama yang menghendaki Indonesia kembali kepada jati dirinya yang menghargai kekayaan keragaman, kemajemukan masyarakat, adat istiadat, bahasa, agama dan keyakinan politik. 
 
"Dalam keadaan keragaman terancam, dimana dalam keadaan gerakan politik identitas, politisi agama, fundamentalisme, sektarinisme dan radikalisme menjalar ke penjuru seluruh negeri, kehadirian dan kearifan Gus Mus mengingatkan kita semua sebagai bangsa terbuka, toleran, dan saling memberi tempat, saling merangkul," katanya.
 
Todung juga menilai Gus Mus berani menyuarakan HAM walaupun dinilai sebagai kiai yang liberal, bahkan berani bersuara menolak politisasi agama dan menjadikan agama alat kampanye dan mendiskritkan pihak lain. 
 
"Presiden Joko Widodo selalu mengatakan keragaman sebagai bangsa, termasuk dari sisi agama yang dianut berbeda dan harus dipertahankan sebagai bangsa. Indonesia yang mayoritas muslim dan toleran dan bisa berdemokrasi adalah contoh negara yang berhasil mengawinkan demokrasi universal dan Islam yang terbuka dan toleran," katanya. 
 
Sumber:  Antaranews.co