Camat dan Kades Harus Berhati-Hati Keluarkan SKT, Ini Alasannya

Camat dan Kades Harus Berhati-Hati Keluarkan SKT, Ini Alasannya
RIAUMANDIRI.CO, RENGAT - Camat dan Kades di Kabupaten Indragiri Hulu diminta untuk berhati-hati dalam mengeluarkan SKT. Jangan sampai SKT dikeluarkan, ternyata berada di kawasan hutan, tentunya akan berakibat fatal karena akan berurusan dengan hukum. 
 
Sementara Bupati Inhu H Yopi Arianto SE juga telah menyurati seluruh camat pada Rabu lalu. Surat tersebut menindaklanjuti surat dari Gubernur Riau soal kawasan hutan.
 
Kabag Pertanahan Setdakab Inhu R. Fachrurazi mengatakan, surat yang ditandatangani Wakil Bupati Inhu Khairizal untuk camat tersebut sudah diteruskan kepada lurah dan kepala desa. "Agar tidak menerbitkan SKT di areal kawasan hutan," kata Fachrurazi.
 
Dijelaskannya, surat Gubri tertanggal 14 Desember 2005 nomor 522/ekbang/35.27 itu perihal tindak lanjut Intruksi presiden (Inpres).
 
Sesuai Undang-undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, ditegaskan dalam poin 1 bahwa setiap orang dilarang merusak prasarana dan sarana perlindungan hutan. Dalam poin 3 juga dijelaskan bahwa setiap orang dilarang mengerjakan dan menggunakan atau menduduki kawasan hutan secara tidak sah.
 
Titik koordinat kawasan hutan di provinsi Riau termasuk di Inhu sudah ditetapkan dengan SK Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan dengan nomor SK 903/MENLHK/SETJEN/PLA.2/12/2016. Sehingga bagi camat sebelum menerbitkan surat tanah masyarakat agar dapat berkoordinasi dengan Bagian Pertanahan Setdakab Inhu untuk menginformasikan wilayah kawasan hutan.
 
Menurut Fachrurrazi, zona HPT, HPK dan HPL luasnya ada dalam data Bagian Pertanahan Setdakab, di mana zona kawasan hutan yang tidak bisa diganggu. "Apalagi diperkuat dengan surat intruksi Gubernur, tidak diberikan toleransi terhadap penerbit SKT yang berada di kawasan hutan atau yang berkaitan oleh Kades/Camat dan menindak secara tegas terhadap aparat yang terbukti menerbitkan SKT tersebut," paparnya.
 
Jika terdapat penerbitan sertifikat atau hak atas tanah yang menurut tata ruang berada dalam kawasan hutan, maka harus dibatalkan. Soal areal kawasan hutan yang sudah ada SKT dan sertifikat milik perorangan serta izin perusahaan, menurut Fachrurrazi itu illgal, karena aturan sudah jelas dan  tegas diatur dalam UU Agraria tahun 1960 dan UU Nomor 41 tahun 1999 serta tata guna hutan kesepakatan (TGHK).
 
"Yang sudah terlanjur menerbitkan SKT dan sertifikat di areal kawasan hutan sebagaimana sesuai dengan permendagri tahun 1999, ditegaskan bahwa apabila terjadi cacat secara administrasi, bisa dibatalkan," ujar Fachrurrazi.
 
Reporter: Eka BP
Editor: Nandra F Piliang