Kejari Pekanbaru Temukan SKGR Lahan 54 Ha sebagai Agunan Kredit BRI Agro Pekanbaru

Kejari Pekanbaru Temukan SKGR Lahan 54 Ha sebagai Agunan Kredit BRI Agro Pekanbaru
RIAUMANDIRI.CO, PEKANBARU - Kejaksaan Negeri (Kejari) Pekanbaru berhasil menemukan surat keterangan ganti rugi (SKGR) lahan seluas 54 hektare yang menjadi agunan kredit sebesar Rp4 miliar pada tahun 2009 lalu. Selama ini, SKGR tersebut diketahui tidak dikuasai BRI Agro Cabang Pekanbaru sebagai pihak pemberi kredit.
 
Saat itu, pihak bank memberikan kredit dalam bentuk modal kerja untuk pembiayaan dan pemeliharaan kebun kelapa sawit yang terletak di Desa Pauh Kecamatan Bonai Darussalam, Rokan Hulu (Rohul), kepada 18 debitur atas nama Sugito dan kawan-kawan, dengan total luas lahan kelapa sawit seluas 54 hektare sebagai agunan.
 
Adapun total kredit yang diberikan sebesar Rp4.050.000.000 terhadap 18 debitur tersebut, masing-masing jumlahnya bervariasi yaitu Rp150 juta dan Rp300 juta. Jangka waktu kredit selama 1 tahun, dan jatuh tempo Februari 2010, dan diperpanjang beberapa kali sampai dengan 6 Februari 2013.
 
Sejak tahun 2015, terhadap kredit tersebut dikategorikan sebagai kredit bermasalah (non performing loan) sebesar Rp3.827.000.000 belum termasuk bunga dan denda.
 
Diduga terdapat rekayasa dalam pemberian kredit karena penagihan terhadap debitur tidak dapat dilakukan karena mereka tidak pernah menikmati fasilitas kredit yang diberikan. Ditambah, agunan berupa kebun kelapa sawit seluas 54 hektar alas hak berupa SKT/SKGR tidak dikuasai oleh BRIAgro dan tidak dapat ditingkatkan menjadi Sertifikat Hak Milik (SHM) karena termasuk dalam areal pelepasan kawasan 3 perusahaan serta termasuk dalam kawasan kehutanan.
 
Dikatakan Kepala Seksi (Kasi) Pidana Khusus (Pidsus) Kejari Pekanbaru Azwarman, selama ini SKGR tersebut berada di tangan seorang oknum pegawai Badan Pertanahan Nasional (BPN) Rohul.
 
"Selama ini surat (SKGR,red) 54 hektare ini tidak dikuasai oleh bank. Selama proses penyidikan ini lah kita dapatkan suratnya dari tangan seorang oknum BPN Rohul. Sekarang lahan tersebut masuk daerah Kampar. Ini upaya kita dalam penyelamatan kerugian negara," ungkap Azwarman kepada Riaumandiri.co, Minggu (21/1/2018).
 
Diterangkannya, lahan tersebut terdiri dari 27 persil dalam satu hamparan. Terhadap SKGR tersebut, kata Warman, telah diserahkan ke pihak bank. Selanjutnya, dilakukan penyitaan sebagai barang bukti dalam kasus dugaan rekayasa kredit yang tengah ditangani Penyidik. "SKGR itu kami serahkan ke bank. Dari bank inilah kami sita," lanjut Warman.
 
Sementara itu, terhadap lahan agunan, Penyidik telah mengajukan permohonan penyitaan ke Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru. "Minggu lalu surat itu kami ajukan," sebutnya.
 
"Kalau alat bukti bergerak, seperti sertifikat arau surat tanah, dokumen kredit, dan yang lainnya sudah kita sita. Ini tidak butuh persetujuan pengadilan, cukup pemberitahuan saja," sambungnya menutup.
 
Dalam kasus ini, Penyidik telah menetapkan dua orang tersangka. Mereka adalah SH yang merupakan mantan Kepala Cabang (Kacab) BRIAgro Pekanbaru, dan JYH yang merupakan mantan pegawai PT Perkebunan Nasional (PTPN) V. Berkas kedua pesakitan tersebut kini masih ditelaah Jaksa Peneliti.
 
Dari penyidikan yang dilakukan, Penyidik meyakini keterlibatan kedua tersangka dalam pencairan kredit di bank yang saat itu bernama Bank Agro Cabang Pekanbaru senilai Rp4 miliar. JYH diduga sebagai pihak yang mengatur dan mencari debitur kredit, beserta agunan yang dijaminkan ke bank, karena sebagian debitur adalah bawahan dan keluarganya. Dia juga diduga menikmati uang pencairan itu. Sementara SH selaku Kacab BRIAgro Pekanbaru yang diduga tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana mestinya terkait proses verifikasi dan pencairan kredit.
 
Untuk diketahui, penetapan SH dan JYH sebagai tersangka dilakukan pada 5 Desember 2017, setelah Penyidik melakukan rangkaian proses penyidikan dengan melakukan pemeriksaan terhadap dua puluhan orang saksi, baik dari pihak BRIAgro Pekanbaru, debitur, notaris, BPN Rohul, dan saksi ahli dari Universitas Riau (UR).
 
Dari dua tersangka, baru JYH yang telah diperiksa, sementara SH selalu mangkir. Oleh Penyidik, SH kemudian dimasukkan ke dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) sejak 21 Desember 2017 lalu.
 
Dalam kasus ini ada satu orang lagi yang diduga turut bertanggungjawab. Yang bersangkutan dalam perkara tersebut juga pernah bekerja di PTPN V Pekanbaru, dan memiliki peran yang sama dengan JYH. Namun yang bersangkutan telah meninggal dunia.
 
Atas perbuatannya, kedua tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) jo Pasal (3), jo Pasal 18 Undang-undang (UU) Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
 
Reporter:  Dodi Ferdian
Editor:  Rico Mardianto