Korupsi di BRI Agro Pekanbaru Senilai Rp4 M, Penyidik Lengkapi Data yang Dibutuhkan BPK

Korupsi di BRI Agro Pekanbaru Senilai Rp4 M, Penyidik Lengkapi Data yang Dibutuhkan BPK
RIAUMANDIRI.CO, PEKANBARU - Kejaksaan Negeri Pekanbaru terus melengkapi data-data yang dibutuhkan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI, terkait penghitungan kerugian negara (PKN) dalam dugaan rekayasa kredit di BRI Agro Pekanbaru tahun 2009-2010. Seiring itu, penyidik juga masih memperdalam pemeriksaan saksi-saksi untuk melengkapi berkas perkara.
 
Dalam kasus ini, penyidik telah menetapkan dua orang tersangka. Mereka adalah SH yang merupakan mantan Kepala Cabang (Kacab) BRIAgro Pekanbaru, dan JYH yang merupakan mantan pegawai PT Perkebunan Nasional (PTPN) V. Berkas kedua pesakitan tersebut kini masih ditelaah jaksa peneliti.
 
Dari penyidikan yang dilakukan, Penyidik meyakini keterlibatan kedua tersangka dalam pencairan kredit di bank yang saat itu bernama Bank Agro Cabang Pekanbaru senilai Rp4 miliar. JYH diduga sebagai pihak yang mengatur dan mencari debitur kredit, beserta agunan yang dijaminkan ke bank, karena sebagian debitur adalah bawahan dan keluarganya. Dia juga diduga menikmati uang pencairan itu. Sementara SH selaku Kacab BRIAgro Pekanbaru yang diduga tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana mestinya terkait proses verifikasi dan pencairan kredit.
 
Kasus ini terjadi pada tahun 2009-2010. Saat itu, pihak bank memberikan kredit dalam bentuk modal kerja untuk pembiayaan dan pemeliharaan kebun kelapa sawit yang terletak di Desa Pauh Kecamatan Bonai Darussalam, Rokan Hulu, kepada 18 debitur atas nama Sugito dan kawan-kawan, dengan total luas lahan kelapa sawit seluas 54 hektare sebagai agunan.
 
Adapun total kredit yang diberikan sebesar Rp4.050.000.000 terhadap 18 debitur tersebut, masing-masing jumlahnya bervariasi yaitu Rp150 juta dan Rp300 juta. Jangka waktu kredit selama 1 tahun, dan jatuh tempo Februari 2010, dan diperpanjang beberapa kali sampai dengan 6 Februari 2013.
 
Sejak tahun 2015, terhadap kredit tersebut dikategorikan sebagai kredit bermasalah (non-performing loan) sebesar Rp3.827.000.000 belum termasuk bunga dan denda. Diduga terdapat rekayasa dalam pemberian kredit karena penagihan terhadap debitur tidak dapat dilakukan karena mereka tidak pernah menikmati fasilitas kredit yang diberikan. Ditambah, agunan berupa kebun kelapa sawit seluas 54 hektar alas hak berupa SKT/SKGR tidak dikuasai oleh BRIAgro dan tidak dapat ditingkatkan menjadi sertifikat hak milik karena termasuk dalam areal pelepasan kawasan 3 perusahaan serta termasuk dalam kawasan kehutanan.
 
Untuk mendapatkan angka yang lebih komprehensif, penyidik kemudian meminta bantuan BPK untuk melakukan audit PKN terhadap perkara tersebut. "Kita terus melakukan pemenuhan data-data yang dibutuhkan BPK untuk audit PKN," ungkap Kepala Seksi (Kasi) Pidana Khusus (Pidsus) Kejari Pekanbaru, Azwarman, kepada Riaumandiri.co, di ruangannya, Jumat (19/1/2018).
 
Menurut Warman, audit PKN itu dibutuhkan penyidik, mengingat salah satu unsur dalam pasal yang disangkakan terhadap kedua tersangka yaitu adanya kerugian negara. "Kita sangat hati-hati menangani perkara ini. Kita ingin memastikan semua berjalan sesuai prosedur dan mekanisme hukum yang berlaku," pungkas Warman.
 
Untuk diketahui, penetapan SH dan JYH sebagai tersangka dilakukan pada 5 Desember 2017, setelah penyidik melakukan rangkaian proses penyidikan dengan melakukan pemeriksaan terhadap dua puluhan orang saksi, baik dari pihak BRIAgro Pekanbaru, debitur, notaris, Badan Pertanahan Nasional (BPN) Rokan Hulu (Rohul), dan saksi ahli dari Universitas Riau (UR).
 
Dari dua tersangka, baru JYH yang telah diperiksa, sementara SH selalu mangkir. Oleh penyidik, SH kemudian dimasukkan ke dalam daftar pencarian orang (DPO) sejak 21 Desember 2017 lalu.
 
Dalam kasus ini ada satu orang lagi yang diduga turut bertanggungjawab. Yang bersangkutan dalam perkara tersebut juga pernah bekerja di PTPN V Pekanbaru, dan memiliki peran yang sama dengan JYH. Namun yang bersangkutan telah meninggal dunia.
 
Atas perbuatannya, kedua tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) jo Pasal (3), jo Pasal 18 Undang-undang (UU) Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
 
Reporter:  Dodi Ferdian
Editor:  Rico Mardianto